Maulana dan Rifky melangkah masuk ke pagar sekolah. Seluruh kelas sepuluh telah menyelesaikan ulangan akhir semester 1, kini mereka hadir ke sekolah hanya untuk mengisi kehadiran sambil menunggu bagi rapor minggu berikutnya.
"Rifky! Maulana!"
Mendengar nama mereka dipanggil, Maulana dan Rifky menoleh ke arah koridor samping. Tampak Bagas, Edo, dan dua teman Bagas lainnya tengah berkumpul di sana.
"Gabung sini! Di kelas nggak ada pelajaran juga!" teriak Bagas.
Rifky menoleh pada Maulana yang tampak tak bergairah. Rifky pun sebenarnya tak enak hati hari ini. Apalagi tadi malam mereka mendatangi rumah Efan turut menghadiri acara tujuh harian Efan tersebut.
"Aku mau ke kelas aja, Rif. Kamu kalau ke sana ke sana aja. Malam tadi bergadang, jadi ngantuk mataku," ucap Maulana beralasan.
"Oh gitu. Ya udah kamu duluan aja ke kelas. Mau nyamperin mereka dulu," ucap Rifky sebelum berlari kecil menghampiri Bagas dan teman-temannya.
Rifky duduk di samping Edo yang sedang makan snack. Ia mengambil sedikit makanan ringan itu lalu memasukkan ke mulutnya.
"Maulana kok nggak ke sini?" tanya Bagas. Remaja perawakan tinggi, kurus, dan kuit sawo matang itu menoleh pada kepergian Maulana menuju kelasnya.
"Ngantuk katanya. Tadi malam tidur kemaleman kali," sahut Rifky.
Bagas terkekeh sinis. "Kali aja ngambek temennya mati. Pasti nyalahin gue tuh Maulana," ucapnya mendengkus kesal setelah itu.
"Nggak deh, Gas. Dia nggak ada ngomong nyalahin kamu sama sekali. Tadi malam kami ke acara tujuh harian Efan. Maulana tinggal lebih lama di sana, aku pulang duluan. Katanya mau bantu-bantu beberes. Ya mungkin karena itu dia ngantuk sekarang," ungkap Rifky menjelaskan.
Bagas tak menyahut lagi. Remaja bermata galak itu sibuk mengikat tali sepatunya. Entah apa yang salah pada tali sepatu itu, Bagas mengikatkan dengan erat sekali. Raut wajahnya tak baik, rahangnya menengas seperti sedang menahan sebuah kekesalan. Rifky memilih acuh akan hal itu, ia kembali mengambil sedikit makanan ringan Edo lalu memasukkan ke dalam mulutnya.
Di sisi lain, di kelas 10 yang letaknya di paling ujung koridor, terlihat seorang siswi duduk di bangku depan kelas. Gadis itu tak lain adalah Indah Rahayu, kekasih Bagas. Di tangannya ada sepotong kain berwarna hijau toska yang bertulisan nama Efan Zainal di sisi kain itu.
"Harusnya ini sapu tangan pertama yang aku kasih ke kamu, Fan. Tapi kenapa kamu pergi cepat banget sih?" gumam Indah tampak murung memandang sapu tangan itu.