Aminah kembali melanjutkan pekerjaan hariannya membuat kue yang nantinya akan dititipkan pada beberapa warung di kampung tempat ia tinggali saat ini. Semenjak kematian Efan, Aminah tak membuat kue sama sekali. Selain karena pikirannya yang masih belum jernih, Aminah seperti tak punya semangat untuk melakukan pekerjaan tersebut. Namun, bagaimanapun juga hidup mereka harus tetap berlanjut. Aminah dan keluarga bukan golongan orang berada, jadi mau tak mau harus bekerja membuat kue sebagai penghasilan tambahan keluarga kecilnya, membantu sang suami yang hanya tukang becak.
Aminah memasukkan adonan bercampur potongan pisang ke dalam cetakan yang sebelumnya sudah diolesi oleh mentega. Harum manis kue tersebut menyeruak hingga seisi rumah. Tak lama Nana datang, gadis itu tampaknya baru selesai mandi.
"Bu, tadi malam Nana dapat sms dari yang punya toko kelontong depan kampung, katanya besok Nana sudah boleh kerja di sana," ucap Naan dengan binar mata bahagia.
"Alhamdulillah. Syukur diterima di sana. Jadi kamu kerja bisa jalan kaki atau naik sepada, tak jauh dari rumah," ucap Aminah.
Nana melirik ke arah napan bulat yanh sudah terisi penuh oleh kue onde-onde. Ia meraih napan plastik itu. "Bu, ini sudah selesai? Mau Nana antar ke warung Bu Siah?" tanya Nana menawarkan.
"Iya, Na. Bawa aja ke sana. Mumpung pagi orang pada cari makanan. Minggu kan ini? Pasti rame di warung Siah hari libur gini," ucap Aminah.
Gadis berhijab hitam itu pun segera membawa napan berisi kue itu keluar dari dapur. Aminah melanjutkan pekerjaannya membuat kue, beberapa kue yang sudah matang ia taruh di atas napan satunya lagi dengan alas kertas nasi.
"Assalamu'alaikum!" seru seseorang dari arah luar dan diikuti oleh ketukan pintu.
"Walaikumussalam!" sahut Aminah meninggikan nada bicaranya. Aminah memilih mematikan kompor dulu untuk memeriksa keluar siapakah orang bertamu pagi-pagi sekali ini.
Aminah membuka pintu, tampak seorang wanita kira-kira berusia 30 tahun, berhijab biru, dan pakaian gamis, tersenyum pada Aminah. Sejujurnya Aminah seperti pernah menemuinya, tetapi lupa dimana.
"Cari siapa ya, Bu?" tanya Aminah.
"Ah, sebelumnya kenalkan saya Fatimah, wali kelas almarhum Efan, Bu. Saya ke sini ada maksud tertentu," ucap wanita itu dengan sopan.
"Oh wali kelasnya. Pantas seperti pernah melihat. Ayo masuk, Bu! Maaf belum sempat beres-beres. Sibuk buat kue tadi di dapur," ucap Aminah membawa Fatimah ke ruang tamu.