ELOK BERDARAH

Mona Cim
Chapter #27

PERDEBATAN

Sanadi duduk di becaknya dengan tatapan menerawang. Dirinya kembali teringat ucapan Galam tadi malam. Malam itu, Sanadi tidak mengatakan apapun ketika Galam menawarkan hasil penyelidikannya. Akan tetapi, Galam langsung saja mengutarakan hal penting dari penyelidikan itu. Galam tahu bahwasanya Sanadi ingin mengetahuinya, tetapi terlalu takut untuk mengaku. Oleh sebab itu, Galam berinisiatif untuk menceritakannya.

"Saya sudah tanya-tanya sama teman-temannya Efan, Mas. Mereka memberikan informasi kurang sinkron, tapi saya coba susun dan akhirnya tuduhan saya jatuh pada Bagas. Bagas adalah pelaku dari pembunuhan Efan. Ini asumsi kuat saya."

"Saya nggak asal tuduh. Tuduhan itu hadir karena keterangan dari mereka sendiri. Pertama, Maulana bilang bahwa dia langsung lari ke rumah ketika melihat polisi mengejar preman atau maling. Maulana bilang dia melihat Rifky juga kabur menuju jalan ke rumahnya."

"Namun, ketika saya mewawancarai Rufky dan ibunya, kata ibunya Rifky datang setelah maghrib selesai. Sedangkan aksi kejar-kejaran itu terjadi sebelum maghrib tiba. Harusnya Rifky sudah sampai rumah sama seperti Maulana, tetapi dia malah muncul setelah maghrib. Berarti dia itu lari ke mana?"

"Kata Edo, Rifky ada cerita dengannya bahwa Rifky pernah cerita bahwa ketika lari itu dia nggak langsung pulang ke rumah. Dia malah melihat para preman dikejar polisi itu ternyata temannya Bagas. Rifky dari kejauhan melihat bagaimana Bagas akrab dengan mereka. Nah, dari sini kita sudah bisa menyimpulkan bahwa ini semua direncanakan oleh Bagas."

"Tapi yang membuat saya kembali goyah, Bagas mengatakan bahwa Ari temannya di sekolah ikut menceburkan diri bersama mereka ke sungai. Jadi, pas di sungai Bagas sempat lanjut berkelahi. Bagas sudah nggak peduli dengan orang yang bercebur bersamanya barusan. Apakah benar Ari atau bukan. Kata Bagas dia nggak berniat membunuh Efan, dia hanya memberi pelajaran saja pada Efan agar tak mendekati ceweknya. Tapi kata Bagas, sebelum ia memutuskan untuk naik, ia melihat Efan tenggelam seperti ada yang menariknya dari bawah."

"Nah, karena pengakuan Bagas tentang Ari membuat prasangka saya sedikit goyah lagi, Mas. Saya harus menggali informasi lebih dalam lagi."

Sanadi menggeleng kepalanya, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa jikalau anaknya terbukti meninggal karena dibunuh, bukan secara ketidaksengajaan tercebur ke sungai. Sanadi lekas menghapus air matanya yang meleleh. Setiap hari air matanya meleleh karena memikirkan Efan, maka disaat itulah wajah istrinya terbayang. Wajah Aminah yang selalu menasehatinya ketika ia terpuruk pun terbayang. Bagai sebuah kekuatan dan penangkal air mata, Sanadi berusaha menegarkan dirinya dan menghapus sedikit jejak air mata di pipi. Ia tak boleh menangis, demi istrinya.

"Ya Allah ... kami tidak menuntut siapapun yang bersalah atas kematian anak kami. Tapi saya memohon kepadaMu, tunjukkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Beri anak hamba keadilan dengan caraMu, Ya Allah," ucap Sanadi berdoa dalam hati dengan pengharapan yang teramat besar. Tak ada daya upaya yang dapat manusia lakukan kecuali atas kehendak-Nya. Maka akan sangat baik jikalau manusia bisa menempatkan dirinya pada sifat kehambaan. Menerima dengan ikhlas, menjalani dengan sabar, dan bersyukur atas apa yang Allah berikan. Garis kematian tak ada yang bisa mengubahnya, semua telah tersusun apik di catatan hidup masing-masing. Hanya Allah yang tahu bagaimana kisah kita di dunia ini.

***

Bagas mengumpulkan teman-temannya di belakang sekolah. Maulana, Rifky, dan Edo ada di sana. Bagas terlihat serius mengumpulkan mereka, seperti ada hal penting yang akan ia bahas.

Lihat selengkapnya