Galam dan Indah duduk berhadapan di warung nasi goreng. Galam memesan dua nasi goreng dibungkus dan dua minuman untuk menemani obrolan mereka malam itu. Meski sudah menyesap teh dingin, Indah belum juga merasa lega. Ia sesekali melirik Galam yang belum selesai menyesap kopi hangatnya.
"Jangan takut, Indah. Saya nggak bakal tuduh kamu macam-macam. Sekali lagi, saya di sini mau meluruskan informasi yang telah temanmu berikan pada saya. Saya harap kamu mau jujur ya menjawab setiap pertanyaan yang saya berikan," tutur Galam dengan lembut agar perasaan gadis di hadapannya menjadi lebih tenang.
Indah mengangguk sambil menunjukkan senyum tipisnya. Jujur saja, ia cukup lega sekarang.
"Dari keterangan teman-teman cowok Efan, pada hari kejadian kamu kirim pesan ke Efan ya lewat SMS?" tanya Galam menatap Indah dengaj saksama.
Raut wajah Indah kembali menegang. Gadis itu tampak kembali gugup setelah mendengar pertanyaan dari Galam tersebut.
"I-iya, Om. Saya cuma mau ajak Efan ketemuan kok. Saya mau kembalikan jaket Efan juga," sahut Indah dengan nada takut-takut.
"Nah, berarti benar ya apa yang dikatakan teman-teman Efan kalau kamu kirim pesan ke dia. Masalahnya Indah, waktu itu Efan kumpul sama teman-temannya. Salah satu dari mereka adalah Bagas. Cowok itu pacar kamu 'kan?"
Indah tanpa sadar meremas tangannya sendiri sambil mengangguk.
"Bagas berantem sama Efan karena pesan itu, Indah. Dia pikir Efan godain kamu—"
"Saya nggak tau, Om. Saya nggak tau Efan kumpul sama Bagas. Saya nggak sengaja, nggak bermaksud bikin Efan dipukulin sama Bagas," cicit Indah hampir menangis. Sorot mata gadis itu terlihat sangat gusar dan merasa bersalah.
"Eh, jangan nangis, Dek. Saya nggak nyalahin kamu. Saya cuma menjelaskan supaya kamu tau. Barangkali kamu nggak tau kronologisnya. Supaya kamu tahu juga bagaimana kelakukan pacarmu itu," ungkap Galam menjelaskan.
"Saya sudah tanya Edo, Om, ceritanya. Saya jadi ngerasa bersalah dan takut banget semenjak Efan meninggal. Kesannya kayak saya yang menyebabkan Efan kayak gitu," ucap Indah sambil menangis sesegukan. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya, lalu membukanya kembali dengan isak tangis yang lebih pelan. "Saya udah nggak pacaran sama Bagas lagi, Om. Saya sudah putus sama dia," imbuhnya.