“Tuhan memang sutradara terbaik dalam hidup. Dialah perencana temu dan pisah pada tiap insan yang ia cipta”
Sedari tadi, seorang perempuan hanya mengotak-atik gawai miliknya. Ia ingin memesan makanan melalui aplikasi yang melayani pesan-antar secara praktis. Namun saat ingin memesan, ia tersentak, saldonya tak cukup. Ia pun meraih tas yang kerap kali dibawa ke kantor, mencari benda persegi yang mengantongi kedihupannya. Ya, benda itu adalah dompet yang berisi uang bulanannya untuk hidup sehari-hari. Namun sampai ia menumpahkan seluruh isi tasnya, benda itu tak jua ia temukan. Perempuan itu mulai mengingat kembali dimana kira-kira ia menaruh benda itu. Sesaat ingatannya pun kembali, ia lupa memasukkannya ke dalam tas saat makan siang di rumah makan langganannya. Ia melirik jam di atas nakas, menunjukkan pukul 23:35. Tak mungkin ia menghubungi Pak Maman jam segini, rumah makannya saja sudah tutup sejak pukul 22:00. Ia yakin jika dompetnya tertinggal disana, pastilah aman. Bukan sekali dua kali ia melupakan barang-barang miliknya disana, namun tetap diamankan oleh Pak Maman atau Bu Sri.
Kepanikan mulai menderanya, pasalnya ia tak bisa menahan rasa laparnya.
“Ah, kebisaaan suka lapar tengah malam” ia berdecak kesal.
Jika bukan memakan makanan yang berat, setidaknya harus ada cemilan untuk mengganjal perut yang meronta minta diisi. Meskipun tak sehat, namun kebisaaan ini sulit ia hentikan. Perempuan itu pun pasrah, ia berjalan menuju lemari pendingin. Mencari sesuatu yang dapat ia santap. Untungnya masih ada beberapa lembar roti tawar serta selai nanas yang bisa mengisi perutnya sebelum tidur.
**
Hari menunjukkan pukul satu siang, perempuan itu melangkah tergesa-gesa. Sebab ia begitu lapar, bahan makanan di kosannya telah habis dan tak ada satu rupiah pun yang ia kantongi. Ia tidak sarapan ditambah lagi harus buru-buru ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ia tak terlalu suka makan di kantin perusahaan karena seluruh pegawai secara serempak berbondong-bondong makan di kantin yang membuat tiap sudutnya menjadi penuh. Sementara ia lebih suka makan di tempat yang jauh dari keramaian dan juga murah tentunya. Untung saja perusahaan tempatnya bekerja tak melarang pegawainya makan di luar asal dapat kembali tepat waktu. Berhubung Rumah Makan Pak Maman sesuai dengan kriterianya, ditambah dengan menu yang beragam serta tak jauh dari kantor membuatnya menjadi pelanggan tetap disitu.
Perempuan itu telah sampai dibagian ruang utama rumah makan. Harap-harap cemas, semoga saja Pak Maman yang mengamankan dompetnya. Namun sebelum ia memanggil Pak Maman.
“Kirana” panggil seseorang yang membuat perempuan itu tersentak. Siapa yang memanggilnya, suaranya tampak asing dipendengarannya. Ia pun membalikkan tubuh dan menemukan satu sosok tengah tersenyum padanya.
“Maaf, apa anda mengenal saya?” tanya Kirana sedikit kaku, pasalnya sosok yang ada di hadapannya bukanlah orang yang ia kenal.
“Santai saja kirana, aku Genta. Salah satu pelanggan disini” Genta memperkenalkan diri sembari mengambil benda hitam persegi
“Ini dompet kamu kan?, maaf sudah lancang membukanya. Kamu kemarin melupakannya disini” Genta memberikan dompet itu pada Kirana.
“Wah terimakasih mas, maaf merepotkan. Masnya sudah makan?” kirana mengambil dompet miliknya. Ia merasa tak enak hati pada Genta. Ia bersyukur, dompetnya aman.
“Belum, ini baru mau pesan. Kamu boleh manggil aku Genta saja”
“Oalah, ya udah sekalian pesan bareng aja. Biar aku yang bayarin. Itung-itung tanda terimakasih aku sama kamu” tawar Kirana yang dijawab anggukkan oleh Genta.
Mereka kini lesehan di sudut ruang tempat yang biasa ditempati Genta. Sembari menunggu makanan yang dipesan tiba-tiba ponsel Kirana berdering yang dengan sigap diangkat olehnya.
“Maaf Gen aku angkat telfon bentar” Genta mengangguk sebagai tanda setuju
“Assalamualaikum bu”
“…” Genta tak mendengar yang diucapkan oleh ibu Kirana, namun sepertinya cukup lama ibunya berbicara sebelum akhirnya dijawab oleh Kirana
”Iya bu, ketinggalan kemarin. Beberapa hari ini, aku juga belum sempat beli bahan makanan untuk di kosan. Tapi Alhamdulillah aman kok bu. Ibu jangan khawatir” jawab Kirana berusaha meyakinkan ibunya. Genta paham pasti yang dibahas adalah dPakpet Kirana yang tertinggal.
“…”
“Bukan sama Pak Maman tapi orang lain. Namanya Genta bu. Nih aku lagi mau makan sama dia”
“Nanti aku sampaikan ya bu. Sekarang lagi nunggu makanan yang dipesan, kayanya bentar lagi jadi”
“…”
“Waalaikumsalam” Kirana menutup telfonnya lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Semua itu tak luput dari perhatian Genta.