Pada Akhirnya
Pada akhirnya semua tentangmu akan menjadi lembaran-lembaran using yang kusimpan di sudut ruang
Tempat aku bernaung dari segala kenang yang tercipta
Tak secuil pun niat memusnahkannya
Sebab kutahu perlahan rayap akan melahapnya
Menjadikannya serbuk-serbuk halus
Lalu lenyap tak bersisa terbawa oleh angina
Detik ini kuratapi diri dalam gelapnya pilu
Kian hari rambutku berguguran, wajahku kusam, mataku sembab
Bahkan lingkaran hitam kini menghiasianya
Cairan bening menggenang di pelupuk mataku
Terkadang menampakkan diri
Membentuk sungai kecil di permukaan wajah yang mulai memucat
Pada akhirnya aku sadar kau tak sama denganku
Amat menyakitkan kala diri berjuang sendiri
Satu nama yang selalu kurapal ditiap akhir ibadahku
Nama yang menjadi wadah untukku menaruh harap
Rupanya beralih menjadi penyebab luka yang aku tuai
Bak pedang yang menghunus tepat di jantung sang insan
Seketika detaknya berhenti
Pada akhirnya aku sadar
Kau hanyalah pelajaran berharga dalam hidupku
Berkatmu aku tahu bahwa melepas adalah sebaik-baik dari berjuang untuk melupakan
Sebab aku yakin, aku tak akan mampu melupa
Akan ada saatnya kau hadir dalam benak
Namun kupastikan, mengingatmu dalam damai adalah kemampuanku
Sedari tadi Kirana bergumul dengan pena dan kertasnya. Merangkai kata perihal hubungannya dengan Genta. Menafsir hilangnya Genta beberapa bulan ini karena untuk menghindarinya. Amat sakit dibayangkannya. Kini ia kembali menggoreskan tinta di atas kertasnya. Kebiasaan yang telah lama ditinggalkannya.
Elusif
Di tempat ini kita kerap memanjakan netra
Menatap simerah yang perlahan lenyap
Direnggut sijubah hitam yang kelam
Tuan, bukankah anjangsana telah kurakit untukmu?
Jauh sebelum semburat merah itu meredup
Telah kulingkarkan pula separuh asa di lehermu
Kala diri merindu dan memilih menaruh harap