"Sungguh tak pantas seorang manusia menyalahkan takdir atas apa yang menimpanya. Kita hanyalah pelakon dari segala skenario yang telah diaturNya. Sebab ketentuanNya adalah hal yang bisa terelakkan"
**
Aku memilih memfokuskan diri untuk belajar. Tanpa terasa waktu terus belanjut hingga empat bulan sudah aku mengenyam ilmu di pesantren ini. Kini aku berpamitan pada mereka yang telah menemaniku belajar selama di sini. Kupikir sudah saatnya untuk kembali.
Aku melangkahkan kaki keluar dan menunggu mobil yang telah kupesan di depan gerbang. Sembari menunggu aku meraih ponselku untuk diaktifkan. Namun saat ponselku aktif, aku melongo melihat rentetan pesan masuk bak ribuan liter air yang mengalir dari ketinggian dengan kecepatan tinggi. Pesan-pesan itu saling tindih menindih begitu cepat hingga aku kualahan mengeceknya satu persatu. Aku terksesiap saat melihat pesan bertuliskan “Kirana”. Dengan cepat aku membukanya dan membaca tiap kata yang tertulis dalam pesannya.
Assalamualikum Genta. Sebulan terakhir aku tak mendengar kabarmu. Apa kamu baik-baik saja?
Kamu kemana? Rendy pun tak tahu keberadaanmu.
Apa yang terjadi? Mengapa nomor dan media sosialmu tak satu pun dapat kuhubungi?
Ini adalah bulan ke 2 kamu menghilang
3 bulan sudah Genta. Ibu titip salam. Katanya jaga kesehatan.
Mungkin aku salah melakukan ini. Aku belum berhasil melupakanmu. Aku tak mau menuduhmu yang tidak-tidak. Hanya saja jika kamu ingin menghilang dariku. Katakanlah terlebih dahulu agar aku tahu diri untuk tidak mengusikmu lagi.
Hari ini adalah bulan ke 4 dan kamu masih memilih diam.
Gentala Atma Jaya. Jika nanti telah ada perempuan lain yang membersamaimu. Kenalkanlah padaku. Jangan menghindar seolah kita bermusuhan. Ingatlah kita tetap teman baik. Aku juga akan mengenalkan padamu orang yang akan bersamaku nanti. Percayalah semua akan baik-baik saja