Satu minggu tidak menginjakkan kaki di sekolah dan dua kali tidak ikut serta dalam acara kumpul bersama pengurus Angkatan, Wiwid merasakan suasana yang berbeda saat ia melangkah masuk ke dalam ruang “Cita Sentosa”. Apalagi, dilihatnya Erina yang tengah berbincang akrab dengan Amanda, dan Lira. Ada pertanyaan menggelitik di benak tentang sejauh apa dua sahabat Hanum itu bisa menarik sang Bendahara ke kubu mereka di acara ulang tahun Hanum dua hari lalu.
Wiwid merasa malu sendiri karena punya pikiran sedangkal itu. Ia sudah terlalu tua bersikap posesif dalam pertemanan. Apa pun alasan Hanum yang mengundangnya di menit-menit terakhir menjelang acara dimulai, itu tidaklah penting. Pun alasannya mengundang Erina, namun melupakan Ambar.
“Hai, Mbak Wid!” Erina yang melihat kehadiran Wiwid, langsung menyapa ramah membuat yang lain menoleh. Baru tim inti dan para korlas yang sudah lengkap. Baru sepertiga dari total orang tuamurid yang sudah hadir, tapi memang masih lima belas menit menuju jadwal acara.
“Paksu sehat sudah sehat, Mbak?” tanya seorang Korlas dari IPS E pada Wiwid yang tidak langsung menuju podium tempat khusus tim inti, melainkan bergabung bersama para orangtua murid dari kelas yang sama dengan Iqbal.
“Kelas E emang paling mantap! Rajin-rajin!” ucapnya merasa puas karena lebih dari setengah wali murid sudah duduk tenang di dalam ruangan.
“Bukan rajin, Mbak Wid! Demi anak PTN!”
“Saya mah dateng biar iuran kelasnye turun, Bu Wid!” Seorang ibu murid yang duduk di sebelah Mak Tin menceplos diikuti komentar singkat dari yang lain sebagai dukungan.
“Ini Emak-Emak mau rapat apaan juga, yang diomongin iuran terus!” tukas Wiwid kocak tapi kemudian ia menambahkan, “Emang kudunya begitu! Jangan diem aja, tapi ngegerundel di luaran. Malah gedein dosa!”
Selama sekitar sepuluh menit, Wiwid masih berbincang ringan bersama para orangtua, dan wali murid dari kelas yang sama, membahas tentang nilai, aneka tugas, dan para guru yang semuanya adalah senior di mata pelajaran yang diampu. Sementara ruangan mulai semakin penuh oleh orangtua yang terus berdatangan, rupanya pertemuan yang akan mendatangkan perwakilan dari Bimbel Aksara Cendekia cukup menarik minat mereka untuk hadir.
Dua puluh menit lewat dari jadwal, Pak Karya yang mewakili pihak sekolah membuka acara dengan menyampaikan amanah pesan dari Kepala Sekolah, serta menyampaikan ucapan terima kasih pada para pengurus Angkatan 1223 yang telah bekerja keras hingga akhirnya terpilih satu vendor yang diharapkan akan bisa membantu seluruh murid kelas XII menghadapi seleksi PTN yang sudah semakin dekat.
“Kita cuma punya waktu tujuh bulan Bapak-Ibu untuk mempersiapkan anak-anak kita, jadi manfaatkan baik-baik apa segala sarana pendukung yang sudah diperjuangkan oleh para pengurus Angkatan demi tercapainya cita-cita Go PTN! Pihak sekolah mendukung dengan memberikan akses kelas di setiap hari yang sudah disepakati, berikut mengutus beberapa orang guru yang akan standby di sekolah.” Tidak terlalu banyak yang disampaikan oleh Pak Karya, bahkan setelah selesai berpidato, Humas SMAN 735 itu berpamitan karena ada rapat lain. Hanya Bu Desi yang akan tinggal di ruang Cita Sentosa hingga Sosialisasi Bimbel selesai nanti.
Selama empat lima menit berikut diisi dengan presentasi kegiatan Bimbingan Belajar yang disampaikan oleh perwakilan dari Bimbel Aksara Cendekia. Mentor muda berkacamata itu menjelaskan materi yang akan dipelajari oleh para siswa kelas XII berikut jadwal serta output yang diharapkan pada setiap uji kompetensi yang disebut Try Out.
“Nanti, Bapak-Ibu jangan panik jika melihat nilai TO pertaman anak-anak rendah. Tidak masalah! Karena, itulah yang akan kita jadikan acuan untuk pengajarannya nanti. Dengan aktif ikut serta kelas Bimbel, anak-anak akan mulai terbiasa dengan model soal, dan seharusnya ada peningkatan yang grafiknya terus naik di setiap TO,” ucap Kakak Mentor.
“Tipe soal masih seperti yang tahun lalu, Mas?” Pak Deni bertanya dengan mengangkat tangan kanan lebih dulu.
“Sepertinya masih! Semoga tidak ada perubahan mendadak seperti tahun lalu.”
“Skolastik, ya Kak?” tanya Amanda.
“Iya, Ibu! Jadi, angkatan tahun ini lebih beruntung karena guru-guru, begitu juga kami dari Bimbel sudah terlatih dengan soal-soal skolastik dibandingkan dengan tahun ajaran lalu!”
Waktu empat puluh menit pun berlalu tanpa terasa karena banyaknya pertanyaan dari para orangtua murid, bahkan penambahan waktu untuk tiga pertanyaan terakhir pun terpaksa diberikan karena permintaan hadirin. Erina salah satunya yang mengangkat tangan dan ia diberi kesempatan setelah dua pertanyaan lain.
“Kak, maaf kalau pertanyaan saya mungkin kedengaran … Ehm, apa ya? Kurang cerdas,” ucapnya membuat beberapa orang tertawa.
“Iya, nih. Soalnya baru pertama kali dampingin anak persiapan PTN,” ucap Erina dengan gaya khasnya yang menyenangkan. Kemudian, ibu muda itu pun bertanya, “Kebetulan anak saya memilih universitas Top 1 yang persaingannya, aduh ampuun, ya! Banyak yang bilang ke saya, kalau mau lulus ikut bimbel private, di luar bimbel yang di sekolah ini. Tapi, saya takut anaknya kecapean. Menurut Kak Mentor bagaimana?”
“Pertanyaannya cukup berat, ya Bu!” Kak Mentor tertawa.
“Dengan kata lain, Bu Erina bertanya begini Kak, apakah Aksara Cendekia mampu membawa anak-anak kami untuk memenangkan persaingan, atau anak kami masih butuh bantuan bimbel lain?” Kalimat cerdas Pak Raja sontak membuat orang-orang tertawa, termasuk Kak Mentor.