Emas dan Berlian

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #1

Dua Sejoli


Anda masih punya orang tua? Jika iya, tapi tidak dengan Vey dan Kala.

***

Daun-daun kering gugur disapu angin. Ini sudah pukul tiga sore, tapi halaman rumah masih dipenuhi sampah. Lantai porselen itu pun berdebu. Sejak pagi belum disapu. Di atas meja makan, masih ada dua piring kotor yang belum berpindah posisi. Belum juga gelas, baskom, dan tiga piring di wastafel. Ruangan di sebelah kiri ruang tengah, baik ruangan sebelah barat maupun timur, masih berserakan selimut yang belum terlipat. Bantal dan guling menggelundung di lantai. Bahkan, dua gadis kakak beradik itu belum sempat mandi sejak pagi.

Mulai ba’da subuh tadi, Vey yang seharusnya memasak sesuai jadwal, mengabaikan sayur di wajan yang sudah habis. Karena kesibukan, dia akhirnya memesan makanan lewat grep food. Pesan dua menu untuk dirinya dan Kala. Lagipula, nasi yang tinggal sedikit, sisa tadi malam tidak cukup untuk makan berdua. Beras habis, tapi dia belum sempat belanja. Dan, dia kembali memesan menu yang berbeda di toko yang sama karena belum sempat memasak siang tadi. Meskipun ia sudah bolak balik keluar rumah mengantar paketan, membeli kertas payung, kresek, lakban, dan lain sebagainya, tapi dia belum punya banyak waktu untuk berbelanja. Biasanya dia akan berbelanja dengan Kala, adiknya. Sesuai kesepakatan kalau berbelanja adalah tugas mereka berdua. Tidak ada jadwal.

Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas kelas sepuluh, dia mulai membuka jasa pemesanan segala macam buket buket, mahar pengantin, lettering frame, sekadar untuk bertahan hidup. Kini setelah ia lulus dari institus agama islam di kotanya tanpa UKT full, dia sanggup memfokuskan diri mengurusi pesanan-pesanan itu. Bisa dibilang itu hanya pekerjaan sampingan, tapi juga bisa disebut sebagai pekerjaan utama. Karena jika penghasilan dihitung rata-rata per bulan, income itu sudah melebihi gaji sukuhannya di sekolah dasar tempat ia mengajar sekarang—mengajar masih baru setengah tahun belakangan.

Di musim wisuda dan pernikahan seperti ini, pesanannya akan meningkat dua kali lipat. Bermodal usaha sendiri, baik antar paket dan menjadi admin. Untuk packing barang, biasanya Kala yang akan membantu. Seperti saat ini, ketika Kala libur sekolah. Mereka berdua fokus mem-packing tiga frame ukuran 12R. Pesanan orang nikahan dan ulang tahun. Sterofoam tebal yang digunakan untuk melapisi frame itu, sampai berserakan mengotori hampir seluruh ruangan tengah. Juga guntingan-guntingan kardus berkas dan kain-kain perca. Belum lagi sampah bekas yang dibeli tadi. Begitulah kegiatan mereka di hari Minggu ini.

Ketika remaja-remaja lain belum mampu menghasilkan income, Vey dan Kala yang hanya tinggal berdua di rumah peninggalan orang tuanya, mau tidak mau mereka berdua harus belajar menghidupi diri sendiri. Berpangku tangan dan menunggu uang bantuan dari paman tak akan mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Karena pada dasarnya mereka berdua bukan gadis yang suka mengandalkan orang lain. Mereka ingat bahwa kebutuhan primer dan sekunder mereka cukup banyak, mulai dari makan dan jajan, uang sekolah dan homework, pakaian, dan make-up. Lalu jika mereka bisa menghasilkan uang sendiri, mereka bisa dengan mudah membelanjakan dan menabungnya sesuai dengan keinginan. Karena, tak ada beban memikirkan itu uang milik siapa.

Sebetulnya Kala juga sudah memiliki usaha sendiri. Baru dua tahun belakangan sejak dia kelas sepuluh. Berhubung dia hanya bisa memanfaatkan setengah waktunya untuk berwirausaha, bisnisnya tak semaju milik Vey—follower akun insagrem milik Vey jauh lebih banyak. Lagipula sekarang dia sudah duduk di kelas dua belas. Dia harus bersungguh-sungguh agar mendapatkan nilai akhir yang memuaskan. Supaya nanti juga bisa masuk PTN tempat Vey kuliah dulu, Institut Agam Islam Negeri Pasuruan.

Kala tak mungkin berkuliah di luar kota. Dia tak mau Vey hidup sendirian. Ditambah kebiasaan mereka yang sudah sejak lima tahun lalu hidup berdua bersama—orang tua mereka meninggal karena kecelakaan. Dia juga tak tega bila harus meminta izin pada Vey yang sebetulnya tak pernah melarangnya pergi ke mana pun. Nalurinya sebagai adik mengatakan tak boleh pergi jauh. Sejak tiga tahun yang lalu, ketika dia belum mampu menghasilkan uang sendiri, dia berpangku tangan dari penghasilan Vey. Dan, dia ingat sekali atas kebaikan Vey selama itu.

Onni, sudah selesai.” Kala menunjukkan hasil packing-nya yang rapi.

“Oke. Good job.”

Kala menggeliat. Menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri. Mengeluh pegal di pinggang dan punggungnya. Lalu, menatap jam dinding.

“Oooh, udah jam setengah empat,” katanya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lalu, beranjak segera. Berjingkat-jingkat ke dapur. Tanpa mengingat jadwal siapa yang membersihkan rumah hari ini, dia langsung membersihkan dapur. Dia mencuci semua piring kotor, mengelap meja, dan mengisi bak mandi.

Lihat selengkapnya