Vey membuka pintu kamar dalam keadaan masih bermukena. Dia menghampiri Kala yang sedang duduk murajaah hafalannya di ruang tamu.
"Minta tolong belikan pembalut, La. Habis."
"Lhah nggak jadi salat magrib?"
"Enggak. Iya barusan keluar."
"Hayo jangan lupa qada, Onni."
"Iya." Vey mengangsurkan uang sepuluh ribu.
"Pakai aja punyaku dulu."
"Nggak mau. Nggak cocok. Gatel."
"Aku nggak kok, Onni."
"Beda, La. Aku tunggu. Cepet!"
"Siap."
Kala meletakkan Alquran. Darasannya berhenti pada juz sembilan seperempat pertama halaman kelima. Karena tak nyaman berjalan sendirian, dia mengeluarkan sepedanya. Perjalanan sepuluh menit menuju toserba dekat rumahnya.
Setiba di toserba, dia tak sengaja bertemu dengan Syarif. Syarif yang menyapanya terlebih dahulu. Kontan dia tak jadi memegang pembalut. Mengalihkan perhatiannya ke rak susu karena Syarif berusaha mendekatinya.
"Kamu masih doyan juga susu UHT ginian?" Dia mengambil susu UHT rasa full cream.
"Hehe. Iya."
"Malam ini juga kamu hubungi nomor yang aku kasih tadi."
"Perlu ke rumahnya nggak sih?"
"Dihubungi dulu. Ditanya kapan ada di rumah. Biasanya kalau nggak menghendaki beliaunya akan langsung bilang kita nggak perlu ke sana. Kalau nggak berani aku temenin."
"Nggak, ah. Biar ditemenin Onni. Ya aku chat nanti. Aku kabari kamu kalau langsung ada balasan."
"Ok. Kamu mau beli susu apa pembalut?"
Kala terkesiap.
Syarif sengaja menanyakan itu karena sekadar ingin bercanda. Dia sebetulnya tahu kalau Kala ingin mengambil pembalut, tapi malu karena ada dirinya di sampingnya. Dia pun pamit ke kasir.
Kala langsung menutup pintu garasi setelah memasukkan sepedanya. Dia langsung ke kamar Vey yang sedikit terbuka pintunya.
"Ini pembalutnya." Kala meletakkannya di kasur.
"Makasih, La." Vey kembali fokus ke percakapannya di telepon.
"Asik banget," gumamnya saat melihat Vey terkurap sembari memeluk guling.
Kala ke kamarnya. Mengambil smartphone-nya di meja belajar. Lalu, membawanya ke ruang tamu dan meletakkannya kembali ke meja.