Suara mereka begitu bising. Gedebum suara sepatu menuruni anak tangga mendadak bertalu-talu. Para siswa menghambur keluar kelas sesaat setelah bel istirahat berbunyi. Kantin sekolah sudah pasti langsung padat. Sudah waktunya jajan dan makan siang.
Perut Kala keroncongan. Pelajaran matematika membuat Kala amat bosan dan kelaparan. Dia tak sabar ingin segera berakhir. Tepat setelah bel berbunyi, dia buru-buru mengulur napasnya. Menaruh kepalanya di meja sembari memejamkan mata.
"La, acara milad kita meriah nggak? Ada stan produk kaya kemarin gak?"
Mela menambah. "Adain, La. Nggak seru kalau gak gitu."
Ruma menggoyang-goyangkan lengan Kala. "La, La, kemarin kan per kelas bikin stan. Bener kata Mela. Nggak bakalan seru."
"Aku, sih, ngarepnya milad tahun ini lebih meriah. Kepala sekolah kita kan baru ganti. Tahun kemarin aja nggak ada acara agustusan, eh tahun ini ada. Seneng dong anak-anak. Ya, kan?"
"Aku pusing, Ra. Aku nanti mau setoran, tapi belum ada persiapan. Laper juga. Tapi, ngantuk pol." Kala mengangkat wajahnya pelan-pelan.
"Pesenanmu banyak?" Mela yang bertanya.
"Iya."
"Alhamdulillah. Bisa nabung banyak bulan ini."
"Lumayan juga." Kala menyangga kedua pipinya.
"Ada stan nggak?" Nara mengulang lagi pertanyaannya.
"Ada. Bedanya sama tahun kemarin nanti akan ada pengajian Alquran dan literasi. Terus guru-guru juga ngadain stand. Waktu milad lebih panjang. Empat hari. Rencananya stand akan dibuka sampek malem. Tapi, gak tahu juga kalau ada perubahan."
"Menarik. Biar guru-guru nggak jadi penonton aja, kan. Seru pasti. Terus ngomong-ngomong hang ngisi pengajian itu siapa? Acaranya di masjid?" tanya Mela.
"Rencana di masjid. Tapi, kayaknya aku bakalan ngusulin di aula aja. Lebih luas."
"Tapi, lebih adem di masjid, La." Nara protes.
"Ya tergantung nanti mana yang disetujui. Yang ngisi namanya Gus Omar..."
"Sebentar..." Ruma memotong kalimat Kala. "Dari Pondok Mahbubah bukan?"
Kala menatap Ruma dan mengangguk.
"Sip. Keren itu. Aku demen sama pengajiannya. Kemarin pas doa malam tujuh belasan, ngundang beliau. Beliau kalau nggak salah datang sama sopir apa putranya gitu lo. Siapa ya namanya...mm...bentar..."
Tiga orang menunggu Ruma selesai bicara.
"Umar apa siapa. Lupa aku."
"Kok kamu ngerti?" tanya Kala.
"Ngerti. Di rumahku kok jamuannya."
Tatapan Kala bergeser keluar kelas. Syarif melambai-lambai. Lalu, berjalan beberapa langkah ke depan, bersandar di bingkai pintu.
Ruma dan Mela menoleh ke sana. Mela mencebik, lalu spontan berkata, "Yaelah, Rif, gayamu kaya pacarnya Kala aja lu."
"Mau jajan nggak?" Syarif memperlihatkan sesuatu di tangannya.
"Mau. Lempar aja." Ruma menengadahkan kedua tangannya.
Hup! Tepat sasaran.
Mela dan Ruma buru-buru membukanya.
"Kala, La, mayan kita dapet bakpau. Laper kan lu. Nih makan!" bisik Mela.