"La, bantuin aku," pinta Vey. Vey kesulitan melakukannya sendirian jika dia sedang melukis. Terkadang dia lebih suka merepotkan Kala dengan menyuruhnya mengambilkan cat akrilik yang berserakan di lantai. Apalagi, jika ada yang memesan lukisan padanya. Dia akan menyerahkan pesanan mahar dan seserahan kepada Kala.
"Bentar, Onni. Bentar aja."
Kala memantau layar smartphone-nya. Awalnya dia mengira kalau pesannya tak akan langsung terbalas. Rupanya pesan Gus Omar membuatnya buru-buru membuka dengan tangan bergetar.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Oke siap. Bentar."
Dia menunggu tanpa membalas. Sejurus kemudian masuk pesan bergambar. Dia membukanya, lalu membacanya pelan-pelan. Dahinya berkerut saat melihat tahun kelahiran Gus Omar. Dia lekas menghitungnya dengan bergumam. Matanya pun membelalak. Dia cukup heran setelah mendapati usia Gus Omar melebihi dari dugaannya. Awalnya dia hanya mengira Gus Omar masih berusia antara 29-31 tahun-an. Sayangnya, tak ada status yang ditampilkan.
"Maybe beliau udah punya istri kali, ya," batin Kala semakin penasaran.
Tiba tanggal 10 Oktober 2022.
Tak ada satu pun siswa yang tidak sibuk. Mereka mondar-mandir melengkapi persiapan stan yang belum selesai. Stan harus selesai maksimal nanti siang karena mulai pukul empat sore stan sudah harus dibuka semuanya. Sebagian stan yang sudah selesai persiapannya bisa dibuka sejak pukul setengah delapan pagi.
Ada juga yang sibuk berlatih di panggung untuk mempersiapkan acara kreasi siswa nanti. Lomba penampilan kreatifitas siswa yang diwakili satu orang atau grup dari masing-masing kelas. Setelah sarasehan selesai, barulah panggung gembira siswa akan dimulai dengan penampilan grup band sekolah yang beberapa kali sudah mewakili perlombaan tingkat nasional.
Namun, berhubung acara pembukaan milad akan dimulai pukul delapan nanti, maka seluruh siswa diminta untuk bersiap-siap diri setelah tiba di sekolah. Siswa yang tidak mendapatkan bagian menjaga stan dan baru datang diminta langsung naik ke aula oleh seksi sarana dan prasarana, tiga anggota OSIM yang berjaga serta memandu arah parkir kendaraan siswa-siswa.
Kala berdiri di depan stan berbicara dengan Mela dan Ruma. Membicarakan gambaran acara pembukaan dan sarasehan nanti. Kedua siswi itu tampak semangat setelah mendengar nama Gus Omar kembali disebut. Beberapa kali dia melongok ke arah gerbang. Sekali dua kali dia memperhatikan gelang jamnya. Berharap Gus Omar bisa datang tepat waktu.
Ruma dan Mela menepuk lengan Kala. Menyuruh Kala menoleh ke belakang. Di lantai dua, di depan aula sekolah, Syarif memanggil dan bertepuk tangan. Kala menoleh.
"Kenapa?" teriaknya.
Syarif meletakkan kedua jarinya di telinga. Mengisyaratkan Kala harus membuka handphone-nya.
"Itu Syarif minta aku buka handphone gitu, ya?"
"Paling," jawab Mela.
Kala merogoh sakunya. Chat Syarif sudah masuk sepuluh menit yang lalu.
"Kamu telfon Gus Omar sekarang."
Kala melenguh. Tak lama kemudian, handphone-nya berdering. Degup jantungnya mengeras dengan sendirinya. Dia mengaduh karena Gus Omar justru meneleponnya lebih dulu.
"Kok nggak sopan, ya, aku. Masak Gus Omar yang malah telepon aku. Barusan Syarif nyuruh aku nelpon beliau lo. Kamu angkat, Mel!" Kala tidak berani.
Mela jelas menolaknya. Mereka pun berdebat siapa yang akan mengangkat. Sampai akhirnya panggilan itu berakhir.
"Mati lo. Gara-gara kamu, Mel."