🥀🥀🥀
Selain mengajar di Yayasan Pesantren Mahbubah, Abimana juga membuka tempat les privat yang dinamainya LBB Najah. Baru berdiri setahun lalu setelah dia sukses mengumpulkan dana sekitar 500 juta. Masih banyak kekurangan, tapi setidaknya tempat itu sudah layak digunakan untuk bernaung para murid yang berminat mendalami bahasa arab. Murid LBB Najah sampai sejauh ini sudah mencapai 32 anak yang terbagi menjadi tiga kelas, dasar, lanjutan, pro. Dan, tentu saja dia sebagai penanggung jawab LBB itu, bertugas memegang semua kendali aktivitas semua guru LBB—saat ini ada empat guru yang berhasil direkrut dan memenuhi semua kualifikasi yang distandartkan, sedangkan tiga lainnya adalah kawan seperjuangannya kuliah di Al-Azhar dulu.
Selain mengurusi LBB Najah, sudah dua tahun yang lalu sejak dia lulus pascasarjana, dia juga fokus mengembangkan warung makanannya. Awalnya hanya warung sayur di teras rumah yang dijual oleh ibunya. Itupun tak banyak. Tapi, setelah dia mencoba membuka flayer catering yang disebar di media sosial, peminatnya kini sudah semakin lumayan. Selain sudah mendirikan gerainya di dekat rumah—berjarak sekitar dua ratus meter dari rumah—dia menerima pesanan hajatan, akikah, prasmanan pernikahan, dan lain sebagainya. Dan, juga telah mempekerjakan enam orang tetangga dimana mereka semua dulunya hanya ibu rumah tangga.
Abimana Gulzar. Orang-orang memanggilnya Abi. Putra kedua dari empat bersaudara. Kakak pertamanya yang telah menikah dan sempat diboyong suaminya ke Rembang kini telah di rumah Pasuruan setelah tujuh bulanan anak kedua. Adik laki-laki pertamanya proses menyelesaikan studi sarjana di UIN SUKA Yogyakarta, sedangkan adik keduanya yang perempuan baru masuk MAN. Bapaknya sendiri adalah seorang modin sekaligus pengusaha warung makanan bersama sang istri.
Malam ini, setelah kumpulan dengan guru LBB, Abimana berbincang-bincang dengan bapaknya di ruang tamu—menunggui adik perempuannya mengerjakan tugas sekolah.
“Mas, isim tafdil itu yang gimana?”
“Kaya اكبر, اكثر, اجمل، اصغر. Cara bedain gini, Dek. Kamu lihat itu manut wazan apa? Af’alu bukan? Ada tanwinnya nggak? Tidak boleh bertanwin dan harus ber-wazan افعل. اَيْنَ هِيَ اَغْلَى طَاوِلَة فِى هَذَا الْمَحَلِ ؟ “ Abimana duduk.
“Mana isim tafdil-nya?”
“Yang اَغْلَى, kan?”
Abimana mengangguk.
“Kalau bedanya mutsanna, tasniyah, sama muanats apa?”
“Yang beda muanats.”
“Muanats yang lawan katanya mudzakkar, Mas?”
“Iya.”
Bapaknya tengah serius membaca catatan kecil di buku semasa nyatri dulu.
“Pak, tadi aku ketemu sama Nana. Kenapa Bapak tidak pernah memberitahu kalau orang tuanya sudah meninggal?”
“Itu sudah sangat lama. Kamu masih di nyantri di Rembang. Kenapa tiba-tiba ngomongin itu?”