Embun di Atas Daun Maple

Hadis Mevlana
Chapter #17

Merekonstruksi Sejarah

“Ini tidak fair,” tegas Kiara, “kau secara semena-mena merekonstruksi sejarah yang tercatat dalam Alkitab, Fyan.”

Kiara memprotes analisaku tentang ayat Alkitab yang mempertanyakan bahwa sosok putra yang akan dipersembahkan sebagai kurban itu adalah Ismail. Runutan peristiwa yang aku sampaikan dan lokasi Abraham sebelum dan sesudah rencana pengurbanan itu terasa janggal jika diterapkan kepada Ishak. Terasa logis jika sosok putra yang dimaksudkan itu adalah Ismail.

“Maksudmu analisa Sofyan tentang Bersyeba dan Hebron?” tanya Fritz.

“Apalagi kalau bukan itu?”

“Jika analisa Sofyan salah, lalu bagaimana penjelasan logismu terkait hal itu, Kiara? Jika anak yang dipersembahkan Ibrahim itu adalah Ishak, harusnya Ibrahim membawa pulang anaknya itu ke tempat tinggal Sarah, ibunya, di Hebron, kan? Bukan malah ke tempat Hagar di Bersyeba,” ucap Eva meminta penjelasan.

Kiara hanya terdiam saat Eva meminta penjelasan kepadanya. Kiara tidak menjawabnya. Justru sebaliknya. Dia menanyakan sebaliknya. Dia juga ingin merekonstruksi sejarah yang tercatat dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat.

“Bagaimana jika sosok putra Ibrahim yang disebutkan pada ayat Al-Qur’an surat Ash-Shaffat itu kita terapkan bukan untuk Ismail?” tanya Kiara, “Karena tidak disebutkan secara eksplisit, maka tidak menutup kemungkinan ayat itu berpeluang untuk ditafsirkan bahwa sosok itu adalah Ishak, bukan?”

Aku menyimak pertanyaan Kiara. Aku hanya tersenyum tipis mendengarnya. Dia masih tetap ingin membuktikan bahwa putra Nabi Ibrahim ‘alaihi salam yang akan menjadi kurban menurut Al-Qur’an adalah Ishak.

“Jika kau tetap memaksakan bahwa anak yang akan disembelih pada ayat Al-Qur’an surat Ash-Shaffat itu untuk Ishak, maka perintah Tuhan kepada Ibrahim itu ada dua kemungkinan,” ucapku menjawab keraguan Kiara.

“Dua kemungkinan?” ucap Kiara sambil mengerutkan keningnya.

Aku mengangguk. Lalu, melanjutkan penjelasanku.

“Dua kemungkinan itu terkait kapan perintah penyembelihan itu terjadi. Sebelum atau sesudah Yakub, anak dari Ishak lahir.”

“Tapi jika perintah itu sebelum Ishak lahir, menurutku agak janggal,” ucap Zahra memotong.

“Mengapa tidak mungkin?” ucap Kiara keberatan.

“Tentu saja tidak bisa diterima,” jawab Zahra, “Sebab, pada ayat lain dalam Al-Qur’an diinformasikan bahwa kelak Ishak akan memiliki anak bernama Yakub. Bukankah begitu, Fyan?”

Lagi, aku mengangguk. Benar apa yang Zahra katakana. Kelak, Sara akan menjadi ibu bangsa-bangsa dari putranya yang bernama Ishak, sebagaimana tercatat dalam ayat ke-71, surat Hud:

Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.[1]

“Jika tetap memaksakan bahwa Tuhan memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam menyembelih Ishak pada masa remajanya, di saat Ishak belum memiliki keturunan, rasanya tidak mungkin. Sangat bertolak belakang dengan ayat lainnya. Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihi salam dan Sara, bahwa kelak Ishak akan melahirkan keturunannya,” ucapku merespon Zahra.

Kiara mengangguk. Mestinya dia pun tahu akan hal ini. Sebab dalam Alkitabnya pun menyatakan demikian. Tuhan telah berjanji bahwa Sara akan melahirkan seorang anak laki-laki. Tuhan pun telah memberkatinya. Kelak, Sara akan menjadi ibu bangsa-bangsa sebagaimana tercatat dalam ayat ke 15-16, pasal ke-17, kitab Kejadian.

Lihat selengkapnya