Matahari.
Senyummu pagi ini masih menawan
sama seperti ketika kulihat kau di tanahku: Indonesia
hanya saja di sini kau tak hanya menemaniku sang Adam yang kedinginan
tanpa kehangatan cinta Hawa
tapi juga daun-daun pohon
dan bunga-bunga yang berguguran di hamparan bumi
yang sekarang tengah kujejaki demi mengapai cita
“Maha Suci Allah yang telah menghamparkan tanah dan langit biru yang luas di Saskatoon.”
Tak terasa dua tahun sudah aku menuntut ilmu di negeri berlambang daun maple. Negeri yang di juluki sebagai “Keranjang Roti”. Negeri yang terkenal dengan padang prairie serta ladang-ladang gandumnya. Aku tinggal di kota tercerah di Kanada, tepatnya di Saskatoon. Sampai-sampai saat memasuki kota dari jalan utama, setiap orang dapat melihat sign board besar terpampang jelas bertuliskan “Saskatoon Shine”.
Di sini aku menempati sebuah apartemen dengan ruangan cukup luas untuk dua orang dan sudah berperabot pula. Pemiliknya adalah sepasang suami istri berkebangsaan Kanada. Sampai saat ini, di dua puluh tahun pernikahannya, mereka masih belum dikaruniai seorang anak. Mungkin karena itu aku sudah dianggap seperti anak mereka sendiri.
Mungkin karena itu pula mereka memberikan tarif sewa apartemen ini relatif murah. Tarifnya hanya CAD$ 475 per bulan. Padahal untuk tarif apartemen seperti tempatku ini bisa dihargai sampai CAD$ 1,000 per bulan. Bahkan mereka tak meminta sepeser pun uang deposit sebagai jaminan sebagaimana diberlakukan untuk penyewa apartemen pada umumnya.
Letaknya pun strategis. Dari sini aku dapat menempuh dengan berjalan kaki ke tempat-tempat strategis seperti The Islamic Centre Saskatoon, University of Saskatchewan dan Royal University Hospital.
Beruntung aku mendapat tempat tinggal di sini. Selain lokasinya strategis, tempatnya pun nyaman. Aku dapat melihat pemandangan-pemandangan indah dari dalam apartemenku terutama di pagi hari.
Seperti pagi ini, saat kubuka jendela kamar lebar-lebar, udara pagi musim semi di minggu pertama bulan April menyeruak masuk mengisi kamar.
Dari kejauhan dapat kulihat sungai Saskatchewan membentang indah. Saat liburan kuliah aku paling suka pergi ke sana, duduk santai di taman-taman sepanjang aliran sungai Saskatchewan. Tempatnya indah dan menakjubkan apalagi ketika menyaksikan daun-daun pohon maple luruh berjatuhan ke bumi saat musim gugur.
Kulihat di ujung sana, langit biru tersamar rimbun pohon elm berdiri gagah. Daun- daunnya seolah menari saat angin bertiup pelan. Kupandangi dalam-dalam tiap gerak tarian daunnya. Beberapa daun berguguran dari tangkainya. Beterbangan tertiup angin lalu membawanya tak tentu arah.
“Ah ternyata tak hanya daun tua kering saja bahkan yang hijau segar pun turut menerima takdir-Nya, gugur, terbawa angin tak tentu arah. Begitulah takdir, tak ada seorangpun yang tahu, hanya Dia saja. Bahkan tentang takdirku yang aku sendiripun tak tahu,” bisikku dalam hati.
“Maha luar biasa Engkau menciptakanku, takdirku dan semua tentang diriku yang telah Kau catatkan dalam kitab-Mu, Lauh Mahfudz, dengan penuh Rahman dan Rahim-Mu.”
Dari kamarku di lantai empat ini, kulihat ramai lalu lalang orang-orang sudah memulai harinya dengan berkendara mobil, bersepeda serta berjalan kaki menuju tempat aktifitas mereka masing-masing. Dari sini dapat kulihat juga nona penjual bunga mulai merapikan dagangannya. Mawar dan tulip serta bunga-bunga yang lain diatur sedemikian rupa. Dia satu-satunya penjual bunga yang paling dekat dengan apartemenku.
Tak berapa lama, kulihat beberapa orang menghampiri nona penjual bunga itu lantas membeli beberapa tangkai mawar dan tulip. Tokonya selalu ramai. Selain banyak jenis bunga yang dijual, harganya pun relatif murah.
Di atas sana, kulihat langit berteman awan tipis. Pagi ini cerah. Menurut perkiraan cuaca yang kubaca semalam di www.accuweather.com, cuaca pagi ini cerah bersuhu sekitar tujuh derajat celcius. dengan angin moderat berasal dari utara barat.
Selain cuaca cerah, hari ini ada sesuatu yang membuat pagiku makin merona. Usai subuh tadi kubuka email di dalam kamarku. Di sana kudapati email dari salah seorang yang sangat kusayangi.
Ini email pertama yang ia kirimkan sejak lebaran tahun ini. Email dari adik perempuanku yang sekarang sudah beranjak dewasa, ’Aini namanya.
Teluk Kuantan, 29 Maret 2013, 20:00wib
Assalamu’alaikum wr wb