Sudah kuduga, Kiara akan menanyakan hal itu. Dalam sejarah islam memang disebutkan bahwa nabi pernah bertemu dengan pendeta nasrani. Bahkan anak dari paman Khdijah, istrinya, adalah seorang pendeta nasrani. Namanya, Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, seorang pendeta nasrani yang juga menulis injil dalam bahasa ibrani. Kisahnya sungguh masyhur. Di awal wahyu turun, Khadijah membawa belaiu mengunjungi anak pamannya itu untuk menanyakan perihal peristiwa ajaib yang dialami sang suami di Gua Hira.
Tak hanya itu, jauh sebelumnya pada saat usia beliau sekira 12 tahun, beliau pun pernah dengan seorang pendeta bernama Bahira ketika berdagang bersama Abu Thalib, pamannya, ke Syam. Sang pendeta Bahira, yang bernama asli Jurjis ini, mengetahui bahwa beliau adalah seorang nabi saat rombongan dagang Abu Thalib melintasi biaranya. Sang pendeta tahu sifat dan ciri-ciri beliau dari stampel kenabian yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya, sebagaimana yang dia dapatkan dalam kitab sucinya.
Pertanyaan Kiara itu membuat semua mata tertuju kepadaku. Aku hanya tersenyum. Lalu, menjawab pertanyaan Kiara dengan tenang.
“Semua riwayat yang menunjukkan bahwa nabi mempelajari ajaran ahli kitab kepada Waraqah Bin Naufal atau pun pertemuan dengan pendeta Bahira, tidak membuktikan bahwa Al-Qur’an terinspirasi dari mereka.”
Fritz mengangguk pelan mendengar penjelasanku.
“Dan jika terdapat kisah yang sama dalam Al-Qur’an dengan beberapa kitab suci agama lain tidak berarti ada unsur plagiat di dalam Al-Qur’an, melainkan menunjukan keagungannya. Bagaimana mungkin seorang nabi yang buta huruf dapat mengetahui kisah-kisah nabi-nabi terdahulu tanpa mempelajarinya dari Ahli Kitab.”
“Islam sebagai agama yang datang kemudian setelah Kristen. Lalu, menyimpulkan bahwa ajaran Islam mencontek Kristen karena terdapat kesamaan cerita dalam Al-Qur’an. Maka, dengan alasan yang sama berarti agama Kristen pun telah mencontek dari agama yang lebih tua yakni Hindu?” ucap Fritz.
“O tentu tidak,” ucap Felix sangat yakin.
“Bukankah terdapat kemiripan kisah antara kisah Yesus dalam Perjanjian Baru dengan kisah Krishna dalam tradisi Hindu?” ucap Fritz beragumen, “Yesus sebagai wujud inkarnasi, begitu pun dengan Krishna yang merupakan inkarnasi.”
“Tidak hanya itu,” ucapku menambahkan, “Dalam kitab suci umat Hindu, tercatat kisah tentang Krishna pada pada kitab Bhagavatan, ternyata kedua sosok itu memiliki kesamaan cerita.”
“O ya?” tanya Felix tak percaya.
“Yesus berjalan di atas air, Krishna pun berjalan di atas air. Yesus melipatgandakan makanan, Krishna pun melipatgandakan makanan yang diberikan kepada para Brahmana. Yesus menghidupkan orang mati bernama Lazarus, Krishna pun menghidupkan orang mati, menghidupkan anak Drupadi yang dibunuh oleh Aswatama. Yesus pernah mendapat ancaman kematian saat kelahirannya oleh raja Herodes, begitu pun Krishna yang mendapat ancaman kematian dari raja Khansa.”
***
Sejak saat itu Kiara menjadi sering berdiskusi denganku. Kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkisar tentang Islam. Tak hanya usai belajar private, bahkan di kesempatan yang tak pernah kuduga.
Aku suka cara Kiara berdiskusi. Ia berdiskusi karena benar-benar ingin menambah wawasannya. Bukan mencari celah-celah kesalahan, menguji kemampuan keagamaan kami atau menyalahkan keyakinan dan ajaran islam berbeda sekali dengan diskusi atau debat lintas agama yang sering di gelar oleh para kristolog dalam maupun luar negeri.
Dia pun sangat berhati-hati dalam mengungkapkan pertanyaan. Bahasanya santun. Mungkin karena Tradisi Orthodox sudah mendarah daging dalam tubuhnya yang selalu ingin mewujudkan ketenangan serta menghormati kehidupan beragama. Kritis, tetapi tetap toleran. Meski kadang analisa diskusinya sering membuat aku dan teman-teman muslim yang lain sedikit shock.
Baru kali ini aku mempunyai teman Orthodox yang senang berdiskusi lintas agama dan bertanya begitu kritis. Berbeda sekali dengan beberapa temanku saat masih kuliah di Indonesia yang tak pernah sedikit pun “peduli” dengan keyakinan kami. Mereka fokus mendalami agama dan tradisi orthodox mereka dan sangat menghindari diskusi yang mengarah pada perpecahan antar agama.
***