Embun di Atas Daun Maple

Hadis Mevlana
Chapter #35

Kanvas Cinta Kiara

Tulat[1], kami mengunjungi rumah sakit tempat Kiara dirawat. Kami tiba sekitar pukul tiga sore. Setibanya di rumah sakit kami langsung menuju kamar perawatan Kiara. Akhirnya, kami tiba di depan kamarnya. Felix mengetuk pintu dan Tante Anna mempersilakan kami masuk.

Semua temanku sudah masuk lebih dulu ke dalam kamar perawatan Kiara. Aku masih di luar membetulkan tali sepatuku yang lepas. Dari luar kudengar sayup-sayup percakapan Felix dan orang tua Kiara di dalam kamar.

“Sepertinya ada yang kurang, ada yang tidak datang?” terdengar suara Om Timothy.

“Sofyan mana? Aku tak mendengar suaranya,” tanya Kiara dengan suara yang masih lemah.

“Hmmm … langsung deh Sofyan yang ditanya … ada juga aku nih yang baru datang hehehe,” canda Felix.

Tak berapa lama, aku mengetuk pintu kamar lalu masuk bergabung dengan yang lainnya.

“Nah, ini dia yang dinanti-nantikan sudah datang,” ucap Felix.

Aku hanya tersenyum sambil mendekati tempat tidur Kiara dan berdiri di sebelah Felix. Ternyata di sana juga ada Hezron, Paman Moses serta Paman Gamaliel.

“Bagaimana keadaanmu Kiara?” tanyaku.

“Puji Tuhan, membaik Fyan,” jawab Kiara.

“Dari hasil pemeriksaan Dokter tadi pagi, Puji Tuhan kondisi Kiara membaik. Dan siang tadi saat perawat datang untuk memeriksa ternyata kondisi Kiara pun makin membaik, jadi sore ini perban di matanya sudah bisa dibuka.” ucap Om Timothy.

“Alhamdulillah ...,” ucap kami kompak.

"Bagaimana keadaan kalian, Eva, Zahrah, Olivia?"

"Alhamdulillah kami baik-baik saja, hanya luka ringan sedikit," jawab Zahrah.

"Syukurlah," ucap Kiara.

Lalu mereka membahas lagi kejadian malam itu. Kami menyimak cerita mereka dan sesekali Fritz menimpalinya dengan canda-canda ringan supaya suasana tak terlalu tegang.

***

“Sofyan ... sebentar, ada yang ingin Om bicarakan,” ucap ayah Kiara.

Om Timothy menjauh dari Kiara. Dia menuju ruangan sebelah yang hanya dibatasi tirai, lalu duduk di sofa yang letaknya dekat pintu masuk. Aku menghampirinya. Kami duduk berhadap-hadapan.

“Iya Om, ada apa?” tanyaku heran.

“Tenang saja, tak usah tegang.”

Dari raut wajahnya, sepertinya ada sesuatu yang ingin Om Timothy sampaikan padaku. Aku mencoba rileks.

“Begini Sofyan ....” OmThimoty membuka pembicaraan. Aku mendengarkannya dengan seksama. Aku masih menebak-nebak perihal apa yang ingin Om Thimoty sampaikan padaku empat mata. Seperti ada sebuah pembahasan rahasia.

“Setelah siuman pasca operasi, tahukah siapa yang pertama kali Kiara panggil?” tanya Om Timothy sambil tersenyum.

“Tidak tahu, Om,” jawabku polos sambil menggelengkan kepala.

“Kiara memanggil namamu, Sofyan.”

“Saya? Ahh Om bercanda.”

“Tidak ... Om tidak bercanda. Om tahu Kiara sedang jatuh cinta dengan seseorang, dan orang itu kamu, Sofyan.”

“Saya?” tanyaku kaget.

“Iya, kamu Fyan. Ini diary Kiara, Om temukan di dalam tasnya. Om sudah membaca beberapa halaman diary-nya. Dalam buku hariannya itu, tak ada satu pun nama seorang pria yang Kiara tuliskan selain namamu.”

“Mungkin hanya kebetulan saja Om,” ucapku.

Om Thimoty menggeleng pelan.

“Coba saja kau baca, nanti kau simpulkan sendiri apakah kebetulan atau memang benar kalau Kiara jatuh cinta padamu.”

Lalu, Om Timothy memberikan buku bersampul merah marun yang dipegangnya kepadaku. Sebuah buku bertuliskan Kanvas Cinta Kiara.

“Coba kau baca kalau kau tak percaya,” ucap ayah Kiara.

“Ahh tidak enak Om. Ini kan catatan pribadi Kiara.”

“Tidak apa-apa, Om yang akan bertanggung jawab. Om hanya ingin kau percaya bahwa ucapan Om ini tidak mengada-ada.”

Aku terdiam. Bingung. Aku tak berani membukanya. Kubiarkan diary itu tergeletak di pangkuanku. Lalu, Om Timothy bangkit dari duduknya dan bergeser duduk di sebelahku. Tiba-tiba Om Timothy mengambil diary Kiara yang ada di pangkuanku lalu membukanya.

Spontan aku melihat tulisan Kiara di halaman pertama.

 

~11 November, Jumat itu kumulai menulis kitab cintaku~

#

Mengenalmu adalah kebahagianku

Seperti jantung dengan detaknya

Seperti bunga dengan aroma segarnya

# #

Aku masih ingat ucapanmu waktu itu

“Gadis berkerudung ungu”

Masih ingatkah kau wahai Adam.

Sejak awal kita jumpa

Saat langit menyulam warnanya dengan jingga

Jantung ini berdegup rindu

# # #

Wahai pemudaku

Detak nadiku

Desah napasku

Setelah kerinduan untuk Tuhan, keluarga dan saudara seimanku

Kini kau meluluhkan perasaanku

Dan tetiba kau juga ada di rinduku

 

Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku hampir tak percaya dengan apa yang baru saja kubaca. Tulisan Kiara itu mengembalikan lagi ingatanku yang lalu. Dan yang membuatku kaget, ada fotoku di sana. Hampir di setiap lembar halaman yang kubuka. Tertempel rapi di lembar diary-nya. Entah dia mendapatkannya dari mana. Mungkin diambil secara diam-diam atau dia dapat dari Facebook dan blog-ku.

Lihat selengkapnya