Aku mendengar kabar dari Eva, kalau Kiara sudah keluar dari rumah sakit. Usai dirawat pasca kecelakaan itu, Kiara tinggal di Regina bersama Paman Gamaliel di Regina. Sejak saat itu juga aku sulit sekali untuk menemuinya. Bahkan, teleponnya pun tidak aktif. Entah ganti nomor atau memang handphone-nya rusak. Yang pasti sudah seminggu ini, sejak apertemuan kami di rumah sakit, aku merasa kehilangannya. Aku menarik napas dalam. Memandang setumpuk buku di atas meja belajar. Felix yang sejak tadi asik duduk di atas tempat tidur menghampiriku.
"Bisa jadi orang yang selalu mengirimkan mawar itu Kiara," Felix coba menebak-nebak.
Aku tak merespon. Aku masih terdiam di depan meja belajarku.
"Sejak seminggu lalu Kiara tinggal dengan Pamannya, selama seminggu itu pula tak ada mawar putih untukmu yang biasa tergeletak di depan pintu unit apartemen kita kan?"
Aku masih terdiam. Aku tak menghiraukan ucapan Felix tentang orang misterius pemberi mawar putih untukku. Aku masih terbayang tentang ucapan Om Timothy tempo hari di Rumah sakit.
“Hey! kau dengar ucapanku tidak?” ucap Felix agak kesal karena aku tak menggubrisnya.
“Iya, aku dengar.”
“Kau masih kepikiran tentang ucapan Om Timothy di rumah sakit tempo hari?”
“Tidak. Aku hanya bingung dengan ucapan Om Timothy di rumah sakit tempo hari. Kenapa dia mengira aku telah mengganggu perasaan putrinya. Menurutku selama ini hubungan kami baik-baik saja.”
“Yaa mungkin karena Om Timothy merasa iman Kiara menjadi terganggu dengan kedekatan kalian selama ini.”
“Tapi, selama ini aku merasa tak ada yang salah dengan kedekatan kita. Bahkan aku tak pernah sekalipun mengistimewakan teman-teman wanita yang lain. Tak ada perlakuan yang berlebihan. Semua kuperlakukan sama sebagai teman.”
“Ya sudah, kenapa kau masih memikirkan ucapan Om Timothy kalau begitu? Jangan-jangan ... kau mau mempertimbangkan tawaran Om Timothy?”
“Tawaran yang mana?”
“Mengikuti keyakinan Kiara.”
“Astagfirullah ... aku tak terpikir sejauh itu, Fel.”
“Loh kenapa? Nanti kau menikah dengan Kiara dengan keyakinan Kiara, nah setelah itu kau kembali lagi ke agamamu semula. Aku yakin, ketika kau sudah menjadi suaminya, Kiara akan mengikuti keyakinanmu juga.”
“Gila kau Fel. Sekalipun ada yang lebih cantik dan menarik dan kaya melebihi Kiara, selama dia tak seiman denganku, aku akan memilih imanku. Kalau pun seorang nonmuslim itu ingin menjadi muslim itu harus datang dari hatinya yang memang ingin berhijrah kepada Allah, bukan karena alasan lainnya.”
“Walaupun itu hanya satu hari, dan esok harinya kau kembali lagi ke agama mu semula? Kau kan nanti bisa bertaubat?”
“Jangankan sehari, sedetik pun tidak. Lantas, siapa bisa yang menjamin umurku akan panjang sehari ke depan atau sedetik ke depan? Aku tidak mau mati dalam keadaan menyekutukan Tuhan.”
Aku jadi teringat asbabun nuzul surat al Kafirun, saat orang-orang kafir Makkah bernegosiasi dengan Rasulullah Saw. dalam hal periba’datan. Rasulullah Saw. dengan tegas menolaknya.
Lalu turunlah ayat: