Prosesi pernikahan berjalan lancar. Tak tampak satu pun yang menyadari nama pengantin wanitanya berubah. Ribuan tamu naik ke atas pelaminan dan memberikan selamat kepada dua mempelai yang tengah berbahagia.
Ayra memasang senyum termanis yang bisa ia berikan. Walau sesekali melirik pria di sampingnya yang juga tersenyum seolah tanpa masalah. Dan aktingnya sungguh baik. Bahkan Ayra menyangka pria itu adalah artis drama yang pandai berakting.
Hingga di puncak acara, kedua mempelai boleh turun dari pelaminan dan menyapa para tamu. Ayra mengikuti Arka berkeliling menyapa rekan bisnis ayahnya.
Ayra hanya mengangguk atau tersenyum saat Arka menyapa beberapa pria paruh baya yang sedang duduk mengengelilingi meja panjang di sisi kiri pelaminan. Sedikit gugup melihat kemewahan pesta dan orang-orang di dalamnya. Dan masih terasa asing dengan semua orang yang tak ia kenal sama sekali. Terlebih perbincangan yang membuat otaknya terbelit karena menggunakan bahasa asing.
Arka menyadari wanita di sampingnya mulai jenuh. Ia mengantarkan Ayra ke meja tempat keluarganya berkumpul. Ada Ravi yang sedang sibuk menikmati hidangan super lezat buatan chef handal.
"Kamu boleh makan dulu di sini. Aku masih harus menyapa teman-temanku di sana," kata Arka begitu Ayra duduk manis di samping Ravi. Ayra mengangguk. Lagipula ia sama sekali tak mengerti dengan semua perbincangan yang ada.
"Omongan Kakak kayak ahli nujum. Langsung jadi kenyataan. Tuh Kakak langsung dapet suami!" celetuk Ravi sambil bergidik menunjuk Arka yang sedang berbincang dengan sekelompok pria di seberang meja mereka.
"Kakak juga mana tau omongan tadi bisa langsung kejadian begini," sungut Ayra sambil mencomot kue tart yang sedang dimakan Ravi. Membuat lelaki 17 tahun itu merengut.
"Makanya Kak, lain kali jangan suka ngomong sembarangan! Iya kalo bagus hasilnya, kalo jelek? Hiiiii...." Ravi kembali bergidik ngeri.
"Terus sekarang gimana nasib, Kakak?" Ayra mendesah pelan.
"Udah terima nasib aja, Kak! Jangan lupa kasih keponakan yang lucu. Kan suami Kakak ganteng gitu," kata Ravi sambil nyengir dan berhadiah sebuah jitakan di puncak kepalanya.
"Dan lagi kayaknya Papa emang kenal deket keluarga ini ya? Tuh lihat!" kata Ravi lagi sambil menunjuk meja di sisi kanan tempat berkumpul keluarga Arka. Di sana ada Papa dan Mama Ayra yang sedang berbincang akrab dengan mereka semua.
Benar juga kata Ravi. Sudah jadi seperti ini mau bagaimana lagi. Ayra hanya bisa melangkah maju dan terus menjalani kehidupannya. Bahkan sebelum memasuki mimbar pelaminan, Mama sudah memperingatinya untuk menjaga sikap. Juga segala macam petuah tentang menjadi wanita dan istri yang baik. Membuat Ayra tak berani membantah. Lagipula tampaknya kedua orang tuanya terlihat sangat bahagia sekali. Mana tega Ayra menolak.
Hingga nyaris tengah malam pesta baru benar-benar usai. Keluarga Ayra terpaksa menginap di hotel tersebut. Untungnya pihak keluarga Arka sudah mempersiapkan semua kebutuhan mereka.
Ayra dan Arka di antar masuk ke sebuah kamar hotel yang cukup besar. Begitu pintu kamar tertutup, debaran jantung Ayra semakin tak karuan. Arka melangkah masuk ke tengah ruangan dan melepaskan jas juga dasinya. Sedangkan Ayra masih terpaku di depan pintu sambil berusaha menenangkan jantungnya.
Aaah... dia benar-benar tak pernah membayangkan akan ada pada situasi seperti ini. Di dalam sebuah kamar bersama seorang pria yang tidak benar-benar dikenalnya. Terlebih sekarang pria itu bisa melakukan apa saja terhadapnya.