“Masa mudamu, enggak mudah ya. Aku cuma bisa bilang kamu hebat sekali bisa melewati masa itu, Ryo.”
Ketika Ryo menyelesaikan ceritanya, Nico yang merasa sedikit tersentuh hatinya langsung memberikan sedikit pujiannya pada Ryo. Ya, bagi Nico, Ryo di masa muda adalah anak yang hebat karena mampu bertahan dengan baik menghadapi masalah seperti itu.
“Ma-makasih untuk pujian kecilnya.” Ryo menerima pujian itu dengan senyum tipis di bibirnya.
Untuk sekilas, Nico dapat dengan jelas melihat raut wajah Ryo yang sedikit merasa bangga pada dirinya berkat pujian kecil darinya. Kalo aku yang mengalami masalah itu, mungkin aku enggak akan sekuat dia.
“Tapi bahasamu masih lancar padahal tinggal di Jepang 15 tahun lamanya,” ujar Leon.
“Yah sekarang memang sudah lancar karena aku sudah menetap di sini, meski kadang masih harus bolak balik ke Jepang. Tapi kalo kamu ketemu aku sekitar 7 tahun yang lalu, bicaraku belum selancar ini.”
“Oh, pantas saja.”
“Sekarang, siapa yang mau cerita?” tanya Adam.
Tidak seperti Leon dan Ryo, Adam-mantan tunangan Varsha tidak banyak bicara. Hal ini membuat Nico sedikit penasaran tentang Adam. Nico ingat kabar perpisahan Varsha yang didengarnya dari rekan kerjanya cukup mendadak dan tiba-tiba. Padahal kelihatannya rencana pernikahan Varsha dan Adam, terlihat cukup baik. Tapi perpisahan itu, tiba-tiba terjadi dan entah apa alasan di baliknya.
“Aku saja.” Leon mengacungkan tangannya ke atas seperti saat murid ditanyai oleh guru sewaktu sekolah.
“Kenapa kamu?” Ryo bertanya.
Nico melihat ke arah Ryo dan menduga kalau Ryo jauh lebih penasaran tentang cerita Adam-mantan suami Varsha dari pada cerita Leon.
“Karena aku ketemu Varsha waktu SMP dan SMA. Lebih baik kita urutkan saja waktunya, gimana?” tanya Leon sembari melihat dengan cepat dan bergantian ke arah Nico, Adam dan terakhir Ryo.
“Aku, terserah saja.” Adam menjawab.
“Aku, ikut saja.” Nico menjawab.
“Lihat?” Leon melihat ke arah Ryo dengan tatapan yang sedikit mengejek. “Mereka berdua ikut saja. Jadi enggak usah komen dan dengarkan saja, Ryo.”
“Cih!”