Leon itu seperti matahari di musim panas.
Cahayanya terang, terik, dan kadang menyengat.
Seperti itulah hubunganku dengan Leon.
Leon dengan mudahnya menyatakan perasaannya padaku di tengah keramaian seolah ingin mengatakan padaku bahwa aku tidak bisa lari lagi darinya.
Saat itu, aku tidak langsung menjawab perasaannya. Tapi aku berlari pergi karena terlalu malu dengan apa yang Leon lakukan.
Tapi apa yang aku lakukan tak membuat Leon mundur.
“Varsha, kamu belum jawab pertanyaanku! Kamu mau kan jadi pacarku?”
Leon terus menggangguku seperti cahaya matahari di musim panas yang terik dan menyengat kulit.
“Varsha! Kamu belum jawab pertanyaanku! Apa aku kurang tampan jadi pacarku?”
Leon terus menggangguku bukan hanya saat di kelas saja. Leon terus menggangguku, mulai dari datang ke perpustakaan di jam istirahat, mengikutiku pulang ke rumah, bahkan saat aku makan di kantin pun, Leon tak pernah berhenti mengusikku, menggangguku.
Seminggu tak mendapatkan jawaban dariku, Leon mengerahkan teman-temannya di klub basket untuk mengusik ketenanganku.
“Varsha! Tolong terima perasaan Leon! Kalo kamu nolak dia, bisa-bisa sekolah kita kalah dalam kompetisi basket!”
“Varsha! Tolong kasih jawaban perasaan Leon! Kalo kamu terus tunda jawabanmu, Leon enggak akan mau latihan basket karena terus ngejar kamu!”
“Varsha! Leon itu bintang sekolah! Dia suka kamu dari jaman SMP! Tolong terima dia, Varsha!”
“Varsha! Tolong kami!”
Didesak oleh banyak orang, Varsha tidak bisa tinggal diam lagi. Ketenangan hidupnya hancur berkat Leon. Jadi untuk mendapatkan ketenangan hidupnya lagi, Varsha mau tidak mau harus memberikan jawaban untuk perasaan Leon.
“Kenapa kamu suka aku, Leon? Dari sekian banyak murid perempuan di sekolah ini, kenapa kamu justru suka aku?” Sebelum memberikan jawabannya, Varsha lebih dulu bertanya pada Leon. Varsha dan Leon bicara di dekat lapangan basket setelah didesak oleh teman-teman Leon.
“Seperti kataku sebelumnya, suka saja. Aku hanya suka saja sama kamu. Itu alasanku sewaktu milih duduk bareng sama kamu dan perasaanku sukaku semakin dalam karena satu semester ini kita duduk bersama.” Seperti biasanya, Leon menjelaskan perasaannya dengan jawaban jujur, wajah polos tanpa ada satu pun keraguan di wajahnya.
Dan itulah yang membuatku mulai menyukai Leon.
Ya, kejujuran Leon, keterbukaan Leon, kepolosan Leon berhasil membuat Varsha balik menyukainya.
Ya, rasa suka Leon akhirnya berhasil menyentuh hati Varsha dan membuat Varsha menerimanya.
“Jadi apa kamu mau jadi pacarku, Varsha?” tanya ulang Leon.
Melihat Leon, membuatku lupa.
Menerima perasaan Leon, membuatku sejenak ingin merasakan perasaan bahagia yang sudah lama hilang dari hidupku.
Kehadiran Leon membuatku ingin melupakan kenangan pahit dalam hidupku.
Untuk sejenak … rasanya aku ingin lari bersama Leon pergi sejauh mungkin ke tempat yang baru dan melupakan segalanya.
*
Apa ini?