Tidak seperti dua musim sebelumnya, kali ini sepertinya ada banyak hal yang bisa aku perbaiki. Aku memang kehilangan adikku dan lagi-lagi, aku juga harus kehilangan ibuku. Tapi kali ini aku hidup dengan ayahku bukan dalam diam seperti dalam putaran waktu sebelumnya. Kami berdua hidup dengan saling menguatkan satu sama lain, mendukung satu sama lain. Meski hanya berdua, bisa dikatakan bahwa kami hidup cukup bahagia bahkan setelah dua tragedi menimpaku dan ayah.
“Ada yang aneh dengan kamu, Varsha.”
“Apa yang aneh denganku, Ayah?” tanya balik Varsha pada ayahnya.
“Hanya aneh saja. Rasanya belakangan ini, kamu terus memperhatikan Ayah. Apa Ayah kelihatan semakin tua saja?”
“Kalo itu … enggak perlu Varsha bilang kan, Yah?” Varsha menjawab dengan sedikit nada bercanda. Padahal apa yang Varsha katakan hanya alasan saja.
“Kamu enggak kerja?” tanya Ayah.
“Ya, nanti kerja. Tapi sekarang … aku ingin memulai sesuatu, Yah.”
“Sesuatu? Apa? Kamu ingin berbisnis?”
Varsha langsung menggelengkan kepalanya menjawab. “Enggak, Yah. Soal itu aku enggak berani. Aku enggak berani mengambil langkah besar seperti itu.”
“Terus apa yang ingin kamu mulai?”
Varsha menunjuk ke arah laptopnya. “Aku ingin menulis, Yah.”
Ayah Varsha tersenyum mendengar jawaban Varsha. “Kalo gitu … kamu sedikit mirip dengan Ibumu, Varsha.”
“Apa iya?”
“Iya. Dulu Ibumu berbakat sebagai penulis. Entah itu puisi atau cerpen, dulu Ibumu sering sekali memenangkan kompetisi di sekolahnya.”
“Terus, kenapa aku enggak pernah tahu Ibu pandai menulis?”
Ayah Varsha yang sedang bersiap-siap berangkat bekerja, telah memasang kaos kaki dan sepatunya. Harusnya Ayah Varsha sudah siap untuk berangkat bekerja. Tapi mendengar pertanyaan Varsha, Ayah Varsha menunda sedikit keberangkatannya.
“Ibumu ingin memulai pekerjaannya itu lagi, tapi setelah kalian tumbuh dengan baik. Menurut Ibumu, pekerjaan bisa dilakukan nanti kapanpun. Tapi melihat kalian tumbuh dengan baik, momen itu enggak akan terulang untuk kedua kalinya.”
Mendengar penjelasan ayahnya, Varsha menyadari betapa terlukanya hati ibunya saat kehilangan anak laki-lakinya entah itu karena Varsha di putaran waktu pertama atau entah itu karena dirinya sendiri di putaran waktu kedua.
Hidupku di musim ini sedikit lebih baik dari musim yang sama di waktu sebelumnya. Itu yang bisa aku katakan.
Semenjak aku kuliah dan sampai pertemuan pertamaku dengan Adam, aku mencari-cari sosok Awan. Tapi setelah bertahun-tahun berlalu, Awan seperti lenyap begitu saja dari hidupku.
Di musim panas, tadinya aku berjanji aku akan mendekatinya dan berusaha mengenalnya setelah berhasil menyelamatkan ibuku. Tapi tragedi kematian ibuku tetap terjadi.
Aku butuh waktu untuk menenangkan diriku atas kepergian itu karena dua kali aku harus melihat kematian yang sama. Dan ketika aku sudah merasa lebih baik, aku berusaha menemukanmu, Awan. Tapi kamu menghilang, Awan.
Kamu menghilang bak ditelan bumi.
Untuk sejenak aku merasa menyesal karena aku belum sempat mengucapkan terima kasihku, aku belum sempat membayar semua perbuatan baikmu padaku. Tapi di sisi lain aku bersyukur, Awan.
Dengan tidak adanya kamu di sekitarku, aku berharap akhir yang bahagia untukmu.
Aku berharap kamu tidak akan muncul lagi di sekitarku dan tidak akan mengalami kematian lagi seperti yang pernah terjadi.
Itu yang aku harapkan.