EMPAT MUSIM TANPA DIRINYA

mahes.varaa
Chapter #35

MUSIM DINGIN KEDUA PART 1

Adam. 

Di masa lalu hubungan yang kita jalin, benar-benar adalah cinta. Tapi cinta kita berakhir dengan cara terburuk karena di hari pernikahanku, aku kehilangan ayahku. 

Jadi di putaran waktu ini, harusnya aku menghindarimu seperti yang aku putuskan di awal. Tapi … bertemu lagi denganmu, membuatku teringat masa-masa bahagia kita berdua. 

Cinta kita dulu seperti musim gugur yang tenang. Bisa aku katakan momen di mana aku bersamamu adalah salah satu momen yang membahagiakan dalam hidupku. Bahkan melihatmu berjuang melawan ibumu hanya demi untuk mempertahankanku, berulang kali membuatku tahu bahwa cintamu padaku adalah tulus. 

Tapi masalah besar ada padaku, bukan pada cinta kita. 

Aku terlalu banyak kehilangan dan ketika kehilangan itu datang lagi padaku, aku hanya bisa menyesal lagi dan lagi. 

Meski kali ini aku punya kesempatan memperbaiki hubungan kita, maafkan aku karena tidak mengambil kesempatan itu. Masa depan cinta kita tidaklah membahagiakan. 

Jadi kali ini, aku memilih untuk melepaskanmu lebih dulu sebelum kita saling menyakiti satu sama lain. 

Maaf, karena aku memilih melepaskanmu. Maaf karena membuang waktumu dan maaf karena sekali lagi, aku memberimu kenangan buruk. 

Sekali lagi, maaf, Adam. 


Tuk, tuk!!! 

Nico mengetukkan pulpennya sembari melihat layar laptopnya. Nico harusnya segera membaca bab berikutnya setelah menyelesaikan bab musim gugur kedua. Tapi setelah menemukan kenyataan yang terjadi di bab musim gugur kedua dan memastikan apa yang Varsha tuliskan dalam proyek itu memang benar adanya, Nico merasa tidak sanggup untuk membaca bab berikutnya. 

Entah kenapa, tapi Nico merasa bab musim dingin kedua ini akan membuatnya merasa sakit ketika membacanya. Dari bab musim gugur kedua, Nico sudah memastikan jika Varsha telah melakukan perjalanan waktu dan mengetahui apa yang terjadi pada ayahnya. Maka dari itu … Nico merasa jika kematian yang dialami Varsha-kecelakaan itu adalah pilihan yang diambil Varsha untuk menyelamatkan Awan. 

Entah bagaimana, tapi pikiran Nico membawanya pada kesimpulan itu. 

Tuk, tuk!!! 

Kali ini ketukan itu berasal dari ketukan pulpen Nico melainkan ketukan pintu di belakang Nico. 

“Ayo makan, Mas!” 

Nico melihat ke arah pintu kaca itu dan menemukan Yoga di sana, sedang berdiri tersenyum padanya sembari bicara dengan gerakan bibirnya. 

“Ya.” 

Nico bangkit dari duduknya, membuka pintu ruang kerjanya dan mengikuti Yoga menuju ke kantin. 

“Kenapa, Mas? Enggak lapar? Kok enggak dimakan, Mas?”  

Yoga melihat ke arah mangkuk makanan Nico yang hanya baru disentuh beberapa kali. 

“Sedikit.” 

Nyatanya Nico sekarang memang tidak sedang mood untuk makan. Perasaan Nico saat ini sedang campur aduk. Antara penasaran dan tidak siap dengan kenyataan yang akan ditemukannya ketika meneruskan tugasnya membaca proyek yang Varsha tinggalkan kepadanya.  

Lihat selengkapnya