Untuk sekali ini saja,
Dunia, izinkan aku menang.
Matahari, berikan cahaya terakhir padaku.
Takdir, jangan renggut dia dariku.
Tuhan, biarkan aku melindunginya kali ini … meski aku harus menghilang sebagai gantinya.
Varsha mengeratkan genggaman tangannya di kemudinya. Hari ini ia sadar sesuatu yang buruk akan menimpanya. Ia tahu bahwa nantinya dirinya tak akan melihat matahari terbenam. Saat ini … jelas ia takut. Kematian sudah membayanginya berkat keputusan yang akan diambilnya. Tapi mengingat bagaimana tiga orang yang berharga untuknya akan kehilangan nyawanya jika ia tak berbuat sesuatu, bayangan itu jauh lebih menakutkan baginya karena untuk kesekian kalinya, ia harus kehilangan lagi. Bukan hanya satu persatu, tapi tiga sekaligus.
Siapa yang enggak takut mati? Bahkan orang yang kematiannya sudah sangat dekat pun seperti tahanan atau orang sakit parah, mereka juga pasti merasa takut seperti yang aku rasakan saat ini.
Huft! Setelah mengembuskan napas panjang untuk menguatkan dirinya, ia menyalakan mesin mobilnya dan bersiap untuk pergi. Hari ini sebelum kematian datang menjemputnya, masih ada yang harus dilakukannya. Tadi sebelum pergi … ia sudah memeriksa laptopnya, menyiapkan catatan kecil di sana untuk sepupunya yang mungkin akan mengurus kematiannya agar memberikan proyeknya kepada penggemar nomor satunya-Nico.
Meski awalnya ingin merahasiakan apa yang telah dilaluinya selama dua putaran waktu dan menjalani empat musim hidupnya tak hanya sekali, Varsha sadar kepergiannya akan menyisakan duka yang mendalam untuk beberapa orang, terutama Awan. Jika dulu ia tak memilih untuk menemui Awan, maka pria itu tak akan begitu sedih untuk kematiannya. Tapi … tak mendatanginya setelah dua kehidupan datang padanya dan mengetahui bahwa pria itu selalu ada untuknya, itu adalah tindakan paling kejamnya jika tak dilakukannya.
Klik!
Setelah mengemudi selama sepuluh menit dengan banyak pikiran di benaknya, Varsha sudah tiba di lokasi tempatnya berjanji untuk bertemu. Sebelum turun dari mobilnya, ia memeriksa wajahnya di kaca spion mobilnya, memeriksa bahwa tak ada jejak takut dan sedih di sana.
Oke. Ayo turun dan temui dia untuk terakhir kalinya. Varsha turun dari mobilnya dan melihat ke arah dalam cafe di mana orang yang ingin ditemuinya telah menunggunya di sana. Ia bertemu tatap dengannya dan kemudian saling tersenyum untuk menyapa.
“Sudah datang dari tadi?” Begitu masuk dan melihat lawan bicaranya, Varsha langsungnya menyapanya sembari duduk di sampingnya seperti yang biasa dilakukannya. Ia biasa duduk di kursi yang langsung menghadap jendela dan membuatnya melihat pemandangan kota yang selalu ramai.
“Barusan kok, Kak.”