Empat Spasi

Anis Fajar Fakhruddin
Chapter #2

1.0 Kory

Palung ini. Gelap. Tanpa ujung. Terjebak di dalamnya seorang pemuda. Kory. Dia adalah Kory. Dia bingung. Kepalanya berkali-kali berusaha mencari setitik cahaya. Nihil. Tak akan ada cahaya di palung ini.

Dimana aku? Tanya Kory ketakutan.

Semakin ia berusaha mencari harapan, walau setitik, ketakutannya bertambah sangat dalam.

Ini dimana? Apa aku sudah mati? Ketakutannya semakin melebar. Matanya menangis hampa. Tak ada air mata. Hatinya tertekan. Otaknya berputar-putar mencari jawaban. Dia dihimpit oleh ketakutan yang tidak nyata. Bingung. Pikirannya kalut.

Ya Tuhan, kenapa ini?

Tiba-tiba ia terperanjat. Sebuah sentakan keras menarik dirinya kebawah. Tenggelam. Ia tenggelam lebih dalam lagi. Dia semakin ketakutan. Dia berteriak parau tanpa suara. Iya. Tak bersuara. Ia ditarik kabawah. Terus kebawah. Semua tenaga ia kerahkan. Ia melawan. Tapi percuma, bagai terjun bebas, sesuatu yang "menariknya” seakan tak memiliki rasa ampun sedikitpun.

Lama sekali dia terjun bebas. Jika kalian pernah bermain Histeria—sebuah wahana terjun bebas dari ketinggian—kalian akan merasakan hal yang sama. Hanya saja Kory terjun lebih cepat. Lebih ngeri. Dengan waktu yang sangat lama. Seandainya ia dalam keadaan normal dia sudah mati sebelum dia terantuk daratan. Semua yang dirasakannya sekaran berbeda. Benar-benar berbeda.

Hingga pada suatu titik, tarikan itu berhenti. Saking jerinya, Kory tidak menyadari bahwa ia berada di tempat yang berbeda sekarang. Terang. Sangat terang. Kakinya menginjak pasir. Hangat. Tidak, tidak. Ini panas. Dia kembali bingung. Ia membuka mata—yang sebenarnya telah terbuka sedari tadi. Silau. Sekililingnya berwana kunig. Terang. Dia melihat banyak gundukan pasir. Membentuk bukit-bukit kecil bertebaran disekitarnya.

Ini, gurun pasir? Katanya tanpa suara.

Ia sempurna berdiri di tengah gurun pasir tak berujung. Kory memindai sekeliling. Tak ada orang. Dia sendirian.

Sekarang, perlahan, ia merasakan panas yang sangat menyengat. Matahari di atas sana. Tepat di atas ubun-ubun. Tiada awan. Tiada angin. Panas sekali. Keringat bercucuran. Seluruh pakaiannya ia tanggalkan. 

Ahh! Apalagi sekarang? Kory mulai merasa kesal sekarang.

Sekilas, matanya menangkap sesuatu. Sebuah garis hitam lurus keatas. Tidak. Itu bergelombang. Semakin lama garis itu semakin jelas. Itu bukan garis. Itu asap. Iya, asap. Asap yang membumbung tinggi kelangit. Asap itu terlihat semakin melebar. Semakin besar. Semakin jelas. Tanpa penghalang. Ada kehidupan. Kory berpikir dia akan dapat jawaban atas pertanyaannya. Dia harus kesana.

Lihat selengkapnya