Sesak.
Dada Calvin terasa sesak menjelang detik-detik terakhir kebersamaan dengan putri tunggalnya. Belum juga berpisah, rindu terlanjur menyerbu. Merontokkan daun-daun kedamaian di hati pria berkacamata itu.
Di samping Calvin, Alea merasakan butiran rindu jatuh terus-menerus di sudut hatinya. Kelopak bunga cintanya pada Tiara berguguran. Haruskah kebersamaan diakhiri sekarang juga?
“Papa ... Mama, Tiara harus pergi. Is it ok?” kata perempuan muda berambut panjang dan berparas cantik itu.
Alea mengangguk pelan. Calvin mengusap kepala permata hatinya. Satu-satunya keturunan yang dia miliki.
“Rashilla Mutiara, Papa mencintaimu.” Calvin berbisik lembut, mendaratkan kecupan hangatnya di kening Tiara.
Mata si perempuan muda berkejap. Mungkinkah ini kecupan terakhir dari sang ayah? Tidak, benteng pertahanannya harus kuat. Tiara berjanji pada diri sendiri dan suaminya kalau ia takkan menangis.
Isak tangis terdengar sayup di samping pintu ruang check in. Hati Calvin dan Alea teriris. Ternyata, bukan hanya rumah sakit yang menjadi tempat penampungan air mata. Bandara pun layak disematkan predikat yang sama. Di sinilah orang-orang berpisah untuk sementara atau selamanya. Sama seperti halnya rumah sakit, bandara adalah tempat pertemuan dan perpisahan. Suka dan duka datang berganti di tempat sebesar ini.
“Jaga dirimu, Tiara. Kamu membawa nama baik negara kita.” nasihat Alea.
“Mama dan Papa juga. Saling jaga ya...Tiara nggak mau dengar Papa sakit lagi.”
Ah, anak itu. Tahun-tahun kesuksesan nan gemilang tak memudarkan kasih sayangnya. Dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, apa pun yang terjadi.
“Time to go. Sana masuk ruang check in, Sayang. Nanti kamu bisa ketinggalan pesawat. Pemberi beasiswa dan Leeds University menunggumu.”
Mendengar perkataan Calvin, Tiara tersadar. Ditariknya genggaman tangan sang Papa hingga terlepas. Seraut wajah cantik perpaduan Oriental, Jawa, dan Western itu semakin murung. Sempat dia beradu tatap dengan sepasang mata sipit bening meneduhkan milik Calvin.
Mata teduh itu..
Sebentar lagi akan ditelan jarak ribuan mil.
Kapankah Tiara dapat menikmati keteduhan itu?
Sedetik. Tiga detik. Lima detik. Tiara menubruk pinggang Calvin lalu memeluknya. Pelukan terhangat ia berikan pula untuk Alea. Sejurus kemudian, ia berjalan mantap menuju ruang check in.
Lama, lama sekali Calvin dan Alea berada di sana. Manik mata mereka terpagut ke pintu kaca yang menelan tubuh Tiara. Jauh di dalam hati, amat berharap pintu itu memuntahkan kembali putri tunggal mereka.
Perlahan Alea memalingkan pandang. Dihelanya nafas dalam, mencoba berdamai dengan kekosongan di dasar hati. Calvin membalikkan badan, merengkuh jari-jari Alea.
“Ayo kita pulang,” bisik pria berjas hitam itu.
Selangkah demi selangkah mereka menyusuri pelataran bandara. Seratus meter menjelang tempat parkir, Alea berhenti berjalan. Calvin kebingungan dan nyaris menabraknya.
“Calvin, aku tidak mau naik mobil.” keluh Alea.
Kerutan terbentuk di kening Calvin. Dipandanginya Alea seolah sang istri dengan lembut bercampur tak paham.
“Naik mobil mengingatkanku pada Tiara.”
“I see. Terus kamu ingin pulang naik apa?”
“Kita naik bus bandara saja ya.”
Tanpa kata, Calvin menggandeng Alea. Keduanya berputar balik. Halte ada di sayap kanan bandara. Urusan mobil, biarlah nanti Calvin menyuruh tangan kanannya membawa BMW kesayangannya pulang. Kondisi mental Alea lebih penting.
Bus yang mereka naiki begitu penuh. Ada apa hari ini? Jelas-jelas ini hari kerja, bukan tanggal merah, bukan musim liburan, bukan pula jadwal arus mudik hari raya. Bahkan, baru sekarang bus beroperasi setelah aksi demo mahasiswa di gedung parlemen.
Calvin dan Alea tak kebagian tempat duduk. Alhasil mereka berdiri, berbagi spasi dengan beberapa penumpang kurang beruntung lainnya. Bus terseret-seret keberatan muatan.
Hati Alea berdesir. Sedikit kesedihannya lesap. Calvin melindunginya, sebisa mungkin menghindarkan tubuh molek Alea dari sentuhan tangan-tangan jahil. Kini Alea menempel erat di samping Calvin.
Perhatian seisi bus terisap ke arah mereka. Bayangkan, sesosok pria berwajah oriental, bermata sipit, dan berjas Hugo Boss naik bus bersama wanita cantik berambut panjang, berkulit putih, dan berpakaian hitam semi formal. Calvin dan Alea penumpang bus paling kece.
Coba tebak berapa umur mereka? Kalian pasti takkan menyangka. Dilihat dari wajahnya, mereka terlihat seperti pasangan muda berumur 35 tahun. Nyatanya, usia Calvin dan Alea merangkak di kisaran belasan tahun setelah 35. Jangan pungkiri betapa kondisi finansial mempengaruhi awet mudanya seseorang.