Keesokan harinya Rena datang ke rumahku dengan membawa Aisyah dan si kecil Maryam. Pas pertama kali bertemu lagi dengannya kira-kira setelah 1 bulan kami tidak bertemu karena aku juga jarang sekali menjemput Kendra ke sekolah, biasanya aku selalu minta tolong Pak Tino untuk menjemput Kendra, aku sempat kaget dan miris saat melihat tubuh Rena yang terlihat lebih kurus.
Kupeluk tubuhnya saat pertama kali kusambut ia di rumahku. Ia sempat menangis sebentar namun langsung ia seka air matanya karena si kecil Maryam yang mulai rewel di gendongannya.
"Nggak papa, nangis aja. Yang sabar ya. Keluarin semua yang bikin ganjal hati kamu. Kalo kamu nggak mau cerita juga nggak papa. Yang penting aku sama Mas Adam akan berusaha bantu kamu semampu kami. Ya?" Kuelus tubuhnya yang tertutup jilbab lebar lalu kusuruh ia untuk duduk.
"Kamu duduk dulu, ya? Kutinggal sebentar ke dapur." Kataku kemudian meninggalkan Rena dan bayinya di ruang tamu. Sementara itu kuselesaikan dulu aktivitas memasakku di dapur, dan tak lama setelahnya aku kembali lagi untuk menemuinya dengan membawa seporsi nasi kari spesial yang sengaja sudah kusiapkan untuk menyambut kedatangan Rena dan anak-anaknya.
Ia duduk di sofa ruang tamu dengan tatapan kosong dan membiarkan Aisyah yang langsung bermain dengan Kendra di taman belakang. Kugenggam tangannya yang dingin sementara kutatap wajahnya yang muram.
"Kalo kamu nggak mau cerita nggak apa-apa. Pokoknya aku akan selalu ada di sini kalo kamu butuh apa-apa." Kataku sambil terus menggenggam tangan Rena untuk mengalirkan kekuatan baru untuknya. Rena hanya mengangguk.
"Kamu makan dulu, ya? Sekalian Aisyah nanti disuapin." Kataku masih dengan tangan yang sibuk menata piring di atas meja ruang tamu.
Kupanggil Kendra dan Aisyah untuk makan siang bersama. Aku sengaja menyuapi Kendra dan Aisyah sekaligus karena ternyata Rena masih terlihat tak bersemangat dan berselera saat memakan makanan yang kusajikan.
"Kamu kenapa? Kok makanannya nggak dimakan? Kamu udah kenyang? Atau emang makananku kurang enak?" Tanyaku sebelum sadar kalau mungkin masalahnya dengan Arman yang membuat Rena jadi kehilangan nafsu makan.
"Enak kok, Mbak. Tapi mungkin emang akunya aja yang lagi kurang nafsu. Udah beberapa hari ini aku kehilangan nafsu makanku." Katanya dengan suara lemah. Ia masih berusaha memasukkan beberapa suap nasi ke dalam mulutnya, tapi memang tidak banyak.
"Seberat apapun masalah kalian, tapi kamu harus tetap makan. Jangan biarkan raga kamu jadi lemah hingga membuat kamu kehilangan energi dan nggak bisa ngurus anak-anak." Kataku memberi nasehat. Entah tepat atau tidak nasehat yang kusampaikan pada Rena, namun yang pasti setelah mendengar kalimatku barusan, Rena berusaha memakan makanannya dengan lahap.
Setelah makan, Kendra mengajak Aisyah lagi untuk bermain di taman belakang. Sementara aku kini menemani Rena yang tengah sibuk menenangkan bayinya yang rewel.