Enam Tahun Bertahan Dengan Suami Yang Sakit Jiwa

Nurlaila Zahra
Chapter #9

Perkara KTP

Aku akhirnya punya dua teman dekat yang sering main ke kontrakanku, namanya Puji dan Laras. Mas Arman bersikap luar biasa baik di depan mereka, sikapnya begitu santun dan ia ramah sekali mau menyapa mereka.

Mas Arman bertanya soal suami mereka, anak-anak mereka, dan segala hal yang bisa membuat ia terlihat baik sekali di hadapan dua temanku itu. Aku senang sekali karena perlahan aku sudah memiliki teman di Jakarta.

Tapi setelah mereka pulang, sikap Mas Arman kembali berubah.

"Dua temanmu itu bukan wanita baik-baik, hati-hati." Kata Mas Arman saat mereka baru saja meninggalkan rumah kontrakanku.

"Kenapa kamu bisa ngomong begitu?" Tanyaku heran.

"Dua temanmu itu genit. Masa dari tadi mereka ngeliatin aku terus. Perempuan macam apa yang ngeliatin suami orang sambil senyum-senyum." Jawabnya membuatku benar-benar tidak habis pikir dan geleng-geleng kepala.

Bagaimana bisa dia bicara seperti itu, padahal tadi jelas-jelas dia duluan yang mengajak mereka bicara.

"Mereka itu punya suami juga, Mas. Jadi nggak mungkin macem-macem." Kataku mencoba mengingatkan Mas Arman kalau apa yang dia katakan itu tidak masuk di akal.

"Ya kamu hati-hati aja bergaul sama orang macam mereka." Pesan Mas Arman sambil meluyur meninggalkanku.

Aneh! Pikirku.

* * *

"Ren, ikut yuk! Aku sama Laras mau ke kafe nih. Deket sih tempatnya. Sekalian healing. Capek kan ngurusin rumah sama anak mulu." Ajak Puji lewat telepon beberapa hari kemudian. Aku senang sekali karena diajak jalan oleh mereka.

"Oke Ji, aku izin dulu ya sama suamiku. Emang mau jalan jam berapa?" Kataku lagi kemudian langsung kututup panggilannya setelah Puji bilang mereka akan jalan jam 11 siang.

"Mas, Puji sama Laras ngajak aku jalan. Boleh ya aku pergi sama mereka sebentar? Aku bosan di rumah terus." Kataku memberanikan diri.

Awalnya dia terlihat berpikir, kemudian mengizinkanku dengan mengajukan beberapa syarat.

"Oke aku izinin, tapi sebelum kamu pergi, rumah harus sudah rapi ya. Nggak boleh ada yang berantakan. Siapin aku makanan dulu biar nanti aku tinggal makan pas pulang dari toko." Kata Mas Arman terlihat ragu. Tapi, biarlah. Akan aku kerjakan semuanya yang penting aku bisa pergi dengan teman-temanku.

"Oh iya, jangan lupa kamu nyuci dan jemurin dulu. Aku nggak mau liat ada baju kotor numpuk. Dan jangan lupa juga, habis masak langsung beresin lagi bekas masaknya. Jijik kalo liatnya lengket." Katanya lagi semakin menambah banyak kerjaan rumahku.

Aku pun akhirnya mengiyakan semua syarat yang diajukan. Untungnya Aisyah bisa diajak kerja sama saat aku tengah melakukan semua pekerjaan yang Mas Arman suruh tadi.

Lihat selengkapnya