Enam Tahun Bertahan Dengan Suami Yang Sakit Jiwa

Nurlaila Zahra
Chapter #13

Hamil Kedua

"Apa, hamil lagi?" Teriakku masih tidak percaya kalau Mas Arman minta aku untuk hamil lagi.


Aku benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia minta aku untuk hamil lagi, padahal Aisyah yang satu saja tidak pernah ia urus dan rawat. Tidak pernah ada kasih sayang yang mendalam untuknya.


"Nggak ah, aku nggak mau. Aku capek, dan masih trauma saat hamil dan pasca melahirkan." Jawabku mendengkus dengan kesal.


Jelaslah aku trauma. Saat hamil aku sering dihina, belum lagi post partum depresion, dan setelah melahirkan pun hinaan itu masih terus keluar dari mulutnya dan rasa sakit setelahnya membuatku rasanya tidak ingin hamil lagi. Setidaknya dalam waktu dekat.


"Sayang, kantorku kan memberikan tunjangan istri dan anak di bawah 2 tahun. Sebentar lagi kan Aisyah akan berusia 2 tahun. Kita nggak bakal dapet tunjangan anak lagi nanti." Kata Mas Arman coba memberi pengertian padaku.


Selama berbulan-bulan Mas Arman kerja, aku baru tahu kalau ternyata kantor tempatnya bekerja memberikan tunjangan anak dan istri di dalam gajinya. Tapi aku dan Aisyah sepeserpun tidak pernah merasakan yang namanya tunjangan itu.


"Terus, kalau nggak dapet tunjangan anak, emang kenapa?" Tanyaku balik padanya. "Kamu kan kerja, dapat gaji, masa masih harus ngarepin dari tunjangan anak."


"Aku nggak mau terus-terusan dibantu sama Yangkung dan Yangti, juga sama orang tuaku. Gajiku nggak seberapa, Rena. Kamu tau kan aku masih karyawan kontrak. Penghasilanku nggak cukup buat nutupin semua kebutuhan hidup kita. Apalagi kalo sampe tunjangan anak distop. Aku takut nggak bisa ngasih makan kamu dan Aisyah, juga nggak bisa bayar kontrakan." Jelas Mas Arman coba memanipulasi pikiranku.


"Kalau kita punya anak lagi, paling nggak tunjangan anak kedua bisa kugunakan untuk membantu menghidupi keluarga kita, tanpa bantuan keluargaku lagi. Aku akan berusaha untuk jadi suami yang mandiri, nggak mau bergantung sama orang lain." Ia terus saja menjelaskan alasan kenapa kami harus punya anak lagi. Semua itu katanya demi keberlangsungan hidup kami ke depannya.


"Kali ini aku janji, kalo kamu nanti sampe hamil lagi, aku akan membantu kamu merawat anak kedua kita." Janjinya sambil menyeringai menunjukkan senyum termanisnya.


Aku berpikir sejenak tak langsung mengiyakan. Apa yang dikatakan Mas Arman ada benarnya juga. Kalau sampai tunjangan anak hilang, itu artinya kami nggak punya tambahan lagi untuk biaya hidup. Sementara kami juga nggak mungkin terus-terusan mengharapkan bantuan dari Mama dan Papanya Mas Arman, juga Yangkung dan Yangti.


Kami harus mandiri. Nggak boleh menyusahkan mereka terus. Dan kini aku mulai berpikir kalau tanggung jawab menafkahi keluarga kini ada di rahimku. Kalau aku tidak punya anak lagi, maka pemasukan Mas Arman akan berkurang. Dan hidup kami pasti akan susah dan menderita.


Kabar tentang punya anak lagi ini akhirnya sampai juga ke telinga Mama mertuaku. Dia tiba-tiba menghubungiku lewat ponsel Mas Arman.


Lihat selengkapnya