Kupikir Mas Arman telah pergi meninggalkan acara silaturahim halal bi halal yang diselenggarakan RW tempat tinggalku dulu, tapi ternyata dia masih menungguku di luar aula.
Saat aku dan kedua anakku keluar untuk mencari toilet, Mas Arman datang dan menghadang langkah kami.
"Mau kemana, kamu? Hah?"
Seketika aku ketakutan, namun Aisyah dan Maryam justru malah memeluk Papanya dengan erat.
"Papa, aku kangen," demikian Aisyah mengungkapkan kerinduannya pada lelaki ini yang sudah seperti monster buatku.
"Papa juga kangen, Nak," Mas Arman memeluk tubuh Aisyah juga dengan erat. Aku hanya diam tanpa bisa melarang keduanya untuk saling melepas rindu.
"Aisyah sama dede Maryam mau ikut jalan-jalan nggak sama Papa?" Tiba-tiba Mas Arman bertanya sesuatu pada Aisyah yang membuat mataku membelalak tak percaya.
"Kamu mau ajak Aisyah dan Maryam kemana, Mas?" Tanyaku tanpa menunggu Aisyah menjawab pertanyaan Papanya.
"Terserah mau aku ajak anak-anakku kemana. Itu bukan urusanmu. Meskipun sekarang kamu sudah nggak mau lagi hidup denganku, tapi Aisyah dan Maryam tetaplah anak-anakku. Mereka adalah darah dagingku. Kalau kamu merasa berhak tinggal bersama mereka, aku pun berhak untuk sekedar mengajak mereka jalan-jalan." Ujar Mas Arman semakin membuatku takut dan cemas. Aku khawatir ini hanya modus Mas Arman untuk membawa kedua anakku pergi.
"Aku sama dede mau ikut jalan-jalan sama Papa, Ma," rengek Aisyah semakin membuat Mas Arman seolah melayang terbang ke atas awan.
"Kamu lihat sendiri, kan, anak-anak mau pergi jalan-jalan denganku," kata Mas Arman menatap wajahku dengan malas. "Cepat ambilkan jaket mereka," perintahnya dengan volume suara yang rendah namun penuh penekanan, membuat jantungku merasa deg-degan tak karuan.
Antara ingin masuk ke dalam untuk mengambil jaket anak-anak, atau berdiam diri di luar karena takut Mas Arman diam-diam akan membawa mereka tanpa sepengetahuanku.
"Cepat ambilkan jaket mereka! Kalo nggak, aku akan lapor polisi dengan tuduhan kalo kamu menjauhkan aku dari anak-anakku." Bentaknya membuatku terkejut dan terkesiap.
Akhirnya otakku berpikir dengan cepat. "Baik, akan kuambilkan sebentar," kemudian kutarik lengan Aisyah dan Maryam dari genggaman Mas Arman lalu kubawa mereka masuk ke dalam.
Para hadirin yang ada di dalam aula mulai kembali ramai dengan urusan dan obrolan mereka masing-masing. Aku yang merasa sibuk dengan urusanku sendiri, langsung mengambil jaket anak-anak dan keluar dengan cepat. Aku tidak mau menimbulkan kecurigaan dan kebisingan lagi yang membuat suasana silaturahim dan halal bi halal ini jadi berkurang kehangatannya.