Dua mata memerah menahan kesedihan, seakan tidak kuat lagi menahan terpaan air mata kesedihan yang akan jatuh menetesi pipi cantik Elsye mantan PSK, mengidap kanker serviks stadium lanjut. Tubuhnya kurus, berwajah pucat pasih dan rambutnya rontok bekas radiasi terapi kemotrapi.
Benar saja air mata semakin tidak terbendung sudah basahi menjadi sembab basah pipinya. Pakaian daster biru corak kembang seroja, seakan terlihat kebesaran dikenakan tubuh Elsye semakin kurus. Pandangan kedua matanya hanya melihat kearah luar jendela kamarnya hanya terlihat sepi. Hanya dedaunan kering layu pepohonan sebentar lagi akan segera mati, seperti dirinya juga sama Seperti pohon itu, yang hanya menunggu hidup diujung usianya saja.
Siang itu Elsye hanya seorang diri berdiri didalam kamarnya. Tidak seperti dulu, saat Elsye masih bekerja, begitu lengkap sekali aneka perabotan mewah menghiasi kamarnya. Perlahan Elsye berjalan mendekati ranjang reotnya saat diduduki.
"Kreeet ... krekkk ..." suara ranjang reot saat diduduki Elsye.
"Aku lelah menghadapai hidup, yang katanya sudah tergarisi nasib baik dan buruk. Tapi kenapa hidupku selalu ada dan tergarisi oleh nasib buruk. Apakah ini hidup, yang katanya adalah kekuatan? Ya kekuatanku untuk bertahan dalam menahan derita sakit ini, yang saat ini aku hanya menanti diujung uisa," guman sedih Elsye semakin sembab wajahnya basahi pipinya.
"Semua telah hilang dari hidupku, segala miliku telah sirna terbang terbawa angin yang telah menggarisi nasib burukku saat ini. Entah sampai kapan aku kuat bertahan, walau terkadang hanya kesedihan selalu ada dalam diriku ini, begitu setianya kesedihan itu membaluti hidupku. Hidupku hanya menunggu waktu saja, ya waktu saja semakin cepat berlalu dan semakin membuat lemahnya tubuh in. Hanya sisa waktuku sebentar lagi menanti diujung usia, hanya diujung umur penantian saat terakhir hidupku." guman lagi Elsye perlahan mulai baringkan tubuhnya diranjang berkasur yang mungkin sudah tidak nyaman lagi saat ditidurinya.
Tidak jauh dari samping ranjang, berdiri kusam lemari bercermin. Wajah Elsye diperlihatkan kearah cermin, semakin sedih tapi tersirat ketegaran saat Elsye perhatikan wajahnya yang pucat tirus dan kepalanya semakin jarang ditumbuhi rambut.
"Inilah garis kehidupan yang aku jalani dan harus aku lalui saat ini. Hanya menanti kapan diujung usiaku dan umurku akan menjemput. Beda saat ketika itu, betapa cantik dan bergairah aku menjalani kehidupan ketika itu." suara lirih teringat masa lalu seperti berat terlontar dari bibir Elsye yang mengering dan mengelupas.
Flash Back
Berapa tahun sebelum Elsye mengidap kanker serviks.
"Jangan! Jangan Rinton! Aku mohon jangan! Lepaskan aku!" mohon merontah Elsye akan beranjak keluar dari dalam kamar ditahan tangan Rinton mengambil anak kunci dan membuangnya. Tampak wajahnya masih terlihat muda cantik tapi sudah sembab basah. Pakaian Elsye sudah setengah terkoyak sobek, bagian lengan tangannya tampak menghitam, seperti bekas pukulan dan cengkraman kuat tangan.
Elsye naik keatas dipan dan merontah saat pipi dan lehernya mulai dilumat dan diciumi Rinton 30 thn ketika itu, berwajah sangar dan bengis.
Rinton melumat bibir Elsye kesal membalasnya dengan menggigitnya. "Sial kamu El!" bentak marah Rinton sembari tampar bibir Elsye mengeluarkan darah.