End Of Age ~Novel~

Herman Sim
Chapter #2

Buang Kenangan Pahit Itu

Dedaunan kering berterbangan terhempas angin dihalaman depan Gereja tua. Bangunan Gereja Katederal berdiri kokoh dengan denah bangunan berbentuk Salib dengan panjang 60 mtr dan lebar 20 mtr dengan arsistek neogothik peninggalan kolonial Belanda.

Gereja bergaya barok pliaster bercorak klasisisme, berjendela bercorak neogotik dan menara Gereja terlihat agak pendek dan dihiasi dengan kubah kecil diatasnya. Begitu indah penuh sukacita Gereja Katederal, saat kedua mata kita memandanginya dengan segenap hati, saat kita berdiri didepan Gereja yang diapit dua gedung untuk Pastoran berada dikiri kanan bangunan Utama Gereja.

Begitu sadhu teduhnya awan siang itu memayungi Gereja Katederal, dengan awan putih memayungi kesyaduan setiap langkah umatnya yang datang untuk berdoa dengan membawa suka cita. Langkah jalan terhuyung namun pasti, tergaris dalam guratan raut wajah Elsye berjalan kearah pintu Gereja yang begitu megah sekali. Seakan langkah Elsye telah disambut keteguhan dan bersuka cita hatinya untuk berdoa.

Dres crem bersalur putih dengan sepatu hitam teplek, siang itu dipakai Elsye semakin yakin dan mantap bila siang itu dirinya akan berdoa. Kedua matanya merona merah berkaca bercampur senyuman saat langkahnya semakin mantap berjalan memasuki Gereja. Lantai marmer menyambut Elsye melirik kiri kanan jejeran kursi membentang panjang dalam ruangan Gereja yang begitu megah sekali saat berada didalamnya.

Semakin tidak tahannya air mata Elsye membendung deraian air matanya yang mulai menetesi pipinya. Semakin sedih langkahnya, saat dirinya hampir berhadapan didepan Altar Utama berhiaskan relief dan patung ke-12 murid Yesus, Ignatius De Layola, Francicus Xaverius dan Reliku pada ketiga Altarnya Bunda Maria dan Altar Yoseph berhiaskan relief kehidupan Santo Yosep.

Elsye terduduk ditengah deratan kursi memanjang, semua bagian kursi tampak begitu ikut terasa sedih dengan kehadiran Elsye siang itu. Semakin tidak terbendung tetesan air matanya disertai tangan kanannya digerakan kearah wajah serta dadanya membentuk Salib. Mulai kedua matanya dipejamkan, walau tetesan air matanya dibiarkan jatuh membasahi pipi disertai dengan kedua tanganya dikepal erat.

Lihat selengkapnya