Aku hanya berharap sepotong cinta
dari hatimu
Tak peduli jika itu dusta
Tapi nyatanya
Seluruh hatimu hanya untuk mencintainya
-Alfin.
Kertas A4 berserakan dilantai, Alfin dan Devan menyingkirkan kursi dan meja yang ada diruang tengah, dan menjadikan tempat itu sebagai tempat mencari inspirasi, Mereka berdua menyuruh Lea melakukan berbagai macam pose dan mulai menggambar. Hal itu dilakukan untuk menciptakan adegan-adegan yang nyata untuk webtoon Devan. Kehadiran Lea memang membuat Devan dan Alfin banyak menghabiskan waktu dirumah. Hari-hari Lea pun dilaluinya dengan kegiatan sederhana seperti menonton film atau karaoke bersama Devan dan Alfin.
“Berapa lama lagi aku harus melakukan ini?” Gerutu Lea yang mulai jenuh melakukan pose-pose yang diminta Devan dan Alfin. Berbeda dengan Devan yang menggambarnya sungguh-sungguh, Alfin justru menggambarnya dalam bentuk karikatur dan menambahkan berbagai hal yang tidak sesuai seperti tahi lalat, hidung panjang ataupun ekor putri duyung.
“Maaf karena memintamu melakukan pekerjaan yang sulit, biasanya Alfin yang melakukan hal itu untukku tapi karena kau ada disini aku pikir akan lebih baik jika kau yang melakukannya” Devan merapikan alat tulisnya. “Kurasa kau bisa berhenti sekarang, Lea. Aku sudah menyelesaikan semuanya.
Lea tersenyum girang. “Jika kau menggambar di buku seketsa mengapa Afin menggambar di kertas A4? Memangnya harus begitu?” Lea ganti melihat Alfin yang belum juga selesai dengan gambar-gambarnya.
“Jangan hiraukan dia, Alfin itu hanya menggambar sesukanya.” Devan juga menjelaskan pada Lea kalau gambar yang Alfin buat pasti tidak ada hubungannya dengan webtoon yang sedang Devan kerjakan karena Alfin bekerja dibagian marketing. “Mau melihat gambarku?” Devan menawarkan.
Tawaran Devan membuat Lea tak lagi tertarik dengan apa yang dilakukan Alfin. Ia menerima buku sketsa milik Devan dan mulai melihat hasil gambarnya satu-persatu. Perasaan takjub yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata memenuhi batin Lea. “Aku beruntung karena bisa melihat langsung gambaranmu ini. Seharusnya ‘Lea’ juga melihat ini.”
Mendengar nama Lea disebut, Devan dan Alfin agak terkejut. Menyadari bahwa ia melakukan kesalahan Lea segera minta maaf. “Maaf, aku tidak sengaja menyebut namanya.”
“Kau seharusnya tidak boleh menyebut namanya begitu saja, Lea.” Alfin berhenti menggambar, ia memasang raut wajah kecewanya. Devan justru terkejut dengan reaksi Alfin yang terkesan memojokkan Lea.
“Tidak apa-apa….”
“Bukankah kita sudah sepakat bahwa kau akan menyebutnya sebagai Lea 1?” Alfin menyahut sebelum Devan menyelesaikan kalimatnya.
Seketika Lea mengembuskan napas lega, ia benar-benar takut jika Alfin marah dengan kelancangannya. “Kau benar, kurasa aku melupakan hal itu, lain kali aku pasti akan menyebutnya dengan benar.
Tiba-tiba sebuah lipatan kertas usang berwarna merah muda jatuh dari buku sketsa milik Devan. Lea yang menyadari hal itu segera mengambilnya. “Oh… Apa aku boleh membacanya? Ekspresi kalian terlihat tegang.” Lea meminta izin terlebih dulu.
Alfin memandang Devan sekilas. Devan tersenyum. Kau boleh membukanya. Lagipula itu juga bukan surat terror atau semacamnya.
Lea membuka lipatan kertas tersebut dengan ekspresi serius.
Lea’s Wishlist
Masuk dalam seleksi kolom komik di majalah
Mendapat nilai lebih dari 50 pada pelajaran Matematika