Aku tak peduli,
Bidak catur macam apa yang sedang ia mainkan?
Sketsa apa yang sedang ia gambar?
Atau skenario macam apa yang sedang ia tulis?
Mataku buta,
Telingaku tuli,
Cinta mengubahku menjadi egois,
Dan seorang tokoh utama yang antagonis.
--Lea
Ketika imajinasi menjelma menjadi kenyatan. Sebuah lorong yang sama mengharuskan Lea untuk kembali pada kehidupannya yang sebenarnya. Seperti sihir seluruh perasaan Lea terhadap Devan menghilang seketika. Mulai detik itu, Lea menyadari. Bahwa didalam dunianya, Lea tidak bisa mencintai Devan.
Berbeda dengan season 1, di season 2 kali ini waktu telah berlalu 3 tahun. Lea berhasil masuk jurusan arsitektur sesuai dengan keinginannya. Begitu juga dengan Alfin yang juga berada dijurusan yang sama seperti Lea.
“Tidak bisakah kau memperlihatkan padaku selama 5 detik? Ah, tidak. Hanya 3 detik. Ayolah Alfin. Melihatnya 3 detik tidak akan membuatku lebih bagus darimu.” Lea telah menghabiskan waktu berhari-hari untuk membujuk Alfin. Namun sampai saat ini hasilnya tetap nihil.
“Membiarkan 3 detik untuk mencontek desain milikku? Daripada kau membuang waktumu, kurasa kau harus segera memikirkan desain milikmu sendiri. Kau tahu bukan jika kau terlambat satu menit saja dari deadline, kau harus bersiap untuk mendapat nilai D.” Alfin menyentil keras dahi kekasihnya tersebut.
“Akh.. mengapa kau selalu menyentil dahiku seperti itu?” Protes Lea sembari mengusap dahinya yang masih terasa sakit.
“Tentu saja untuk menyadarkanmu. Aku bisa melakukan hal lain untuk menyadarkanmu.” Lea menatap Alfin dengan wajah penasaran. Alfin tersenyum penuh arti. “Lain kali aku bisa menciummu kalau kau mau.”
Mendengar perkataan Alfin, Lea refleks menutup bibirnya. “Dasar! Santai saja Lea. Aku juga tidak akan melakukannya sekarang. Lagipula bukankah kau sudah biasa melihatnya dalam adegan drama korea yang setiap hari kau tonton itu?” Alfin masih melanjutkan gurauannya. Lea segera bangkit dari tempat duduknya. Mengakhiri makan siangnya bersama Alfin.
***
But every time you hurt, the less that I cry
And every time you leave me, the quicker these tears dry
And every time you walk out, the less I love you
Baby, we don’t stand a change, it’s sad but it’s true
I’m way too good at goodbyes
Suara tepuk tangan terdengar jelas ketika Lea telah menyelesaikan nyanyiannya. Tidak peduli sudah berapa kali aku melihatmu bernyanyi, kau tetap membuatku merinding.” Alfin memuji penampilan Lea dengan kalimat klise.
“Akting yang buruk Alfin. Aku tahu nyanyianku tidak sebagus itu. Jangan berlebihan.” Lea kembali memutar lagu yang baru saja ia nyanyikan.