Ending Scene

RED
Chapter #10

BAB 9

Bukankah aku pemeran utama dari kisah ini?

Mencintai dan dicintai

Meskipun hanya sebuah ilusi

Akhir bahagia yang seharusnya kumiliki

Tak pernah kudapat

Sama seperti pasir yang digenggam erat

-Alfin

Devan menatap kosong layar tablet yang memperlihatkan adegan ending Bab 1 dimana Lea memeluk Devan secara tiba-tiba. “Hanya ada satu orang yang bisa melakukannya. Lea. Dia pasti mengingat semua yang terjadi disini.” Suara dentingan bel membuyarkan lamunan Devan. Devan beranjak untuk membuka pintu.

“Selamat pagi, Pak. Seseorang mengirimkan surat ini untuk anda.” Ucap resepsionis tersebut.

Lagi-lagi sebuah surat dari Unamed yang tidak lain adalah penggemarnya.

Kak Dev apa kabar? Kakak pasti masih terkejut dengan ending BAB 1 bukan? Sepertinya Kak Lea akan membuat perubahan yang lebih besar daripada ini, apa Kak Dev sudah menemukan cara untuk menyelamatkan ceritanya? 

Aku harap Kak Dev tidak akan merubah ending hanya karena keegoisan kakak sendiri.

Dari, Unamed

“Sebenarnya siapa identitas Unamed yang sebenarnya? Bagaimana dia bisa tahu bahwa Lea yang mengacaukan BAB 1? Dia pasti bukan sekedar penggemar,” Devan memutuskan untuk mencari tahu tentang Unamed. Devan menyewa seseorang untuk mencari tahu tentang sosok misterius tersebut. Setelah 1 jam ia menunggu, sebuah email berisi informasi lengkap tentang Unamed telah masuk. 

Thalia Basuki, pendiri IP Production yang saat ini aktif sebagai penulis webtoon dengan nama pena Tha. Devan langsung menghubungi Thalia segera dan memintanya untuk bertemu. 

Pertemuan mereka hanya diawali perkenalan singkat satu sama lain. Thalia dan Devan sepakat menggunakan Bahasa informal usia mereka yang sebaya dan topik pembicaraan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengat kedudukan dan pangkat. Tanpa basa basi Thalia menjelaskan bahwa dirinya pernah ada di posisi Devan. Karakter webtoon yang Thalia gambar, muncul kedunia nyata. Bedanya, Thalia bersikap realistis dan tidak berani memulai apapun. Thalia memang tak menampik adanya ketertarikan diantara keduanya tapi sungguh, itu tidak berlangsung lama. Thalia juga menceritakakan tentang pertemuannya dengan Lea saat pertama kali datang kemari

“Lalu apa pedulimu padaku? Devan mengajukan pertanyaan dengan bahasa informal, seperti kesepakatan mereka diawal. Aku tidak yakin kau mengawasiku dan berpura-pura menyamar menjadi penggemar hanya karena senasib sepenanggungan, kan?”

“Kuharap kau tidak mengharapkan jawaban ya dariku, karena jawabannya adalah tidak. Aku melakukannya demi Alfin.” Lea menjawab dengan penuh penekanan. Kau mungkin tidak mengenalku, Dev, tapi aku menganalmu. Aku bersekolah di SMA yang sama dengan kalian bertiga. Kau, Lea dan Alfin, jadi saat pertama kali membaca webtoonmu itu aku bisa langsung tahu kalau Dev itu adalah Devan. Hal yang membuatku marah adalah saat mengetahui bahwa didalam webtoon yang kau gambar itu Alfin adalah tokoh utamanya. Lelucon macam apa itu? Aku yakin kalau itu adalah idemu. Seingatku, Alfin terlalu baik untuk meminta hal konyol itu darimu. Dan ternyata benar, kau tidak membiarkan webtoonmu itu berakhir begitu saja.”

Devan tersenyum sinis. “Kau menyukai Alfin bukan?” tanya Devan tanpa basa-basi. “Sama sepertimu yang menginginkan akhir yang bahagia untuk Alfin, Lea juga menginginkan hal yang sama. Lea ingin Devan memiliki akhir cerita yang indah. Lea tahu persis akhir cerita apa yang akan membuat Devan bahagia.”

“Mau sampai kapan kalian menyakiti Alfin?” Thalia kembali memojokkan Devan. 

Devan dengan santai menyeruput kembali Ice Americano miliknya. “Menyakiti Alfin. Kurasa kau harus memikirkan kembali kalimat tersebut. Kau bahkan tidak tahu apa-apa. Apa kau ingin menyalahkanku atas kematian Lea? Kurasa 10 tahun sudah cukup bagiku untuk merasa bersalah. Atau karena Lea yang selalu mencintaiku dan bukannya Alfin?” Devan meletakkan gelas Ice Americano-nya yang telah tandas. Ia bangkit dari hadapan Thalia. “ Maafkan aku, aku harus pergi sekarang. Aku harus kembali ke kantor sekarang. Senang bisa bertemu denganmu Nona Thalia. Ah, dan satu lagi. Apa kau ingin bertaruh? Apakah ending cerita yang kubuat akan menyakiti Alfin atau tidak?” Devan berbalik meninggalkan Thalia yang masih tercengang dengan sikap Devan yang terkesan acuh.

*** 

Devan mengabaikan orang-orang kantor yang memandangnya dengan sinis, Sebagian dari mereka bahkan berbisik tentang rumor-rumor aneh mengenai dirinya. Selain wajah Devan yang babak belur, perkelahiannya dengan Alfin yang terjadi tempo hari menjadikan Devan sebagai buah bibir dan pusat perhatian orang-orang kantor pagi ini, belum lagi episode perdananya yang mendapat banyak kritikan dari pembaca. 

Alfin sudah menunggu kedatangan Devan. Seakan bersiap melayangkan tinjunya lagi. “Aku akan menjelaskan semuanya.” Devan memberi kode pada Alfin untuk masuk keruangannya.

“Sebaiknya kau harus memberiku alasan rasional atau tidak aku akan memukulmu kembali agar bisa menyadarkanmu.”Ancam Alfin

“Maaf, aku tidak bisa. Aku tidak peduli jika kau akan memukulku lagi tapi semua yang aku ucapkan adalah kebenaran.” Devan melemparkan tablet berisi draf gambar adegan yang sebenarnya. Disana terilihat jelas bahwa Lea sedang memeluk Alfin dan Devan yang kebetulan juga berada disana melihat kejadian tersebut.

“Maksudmu, Lea yang melakukannya?”Alfin langsung menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Sebelum Alfin mendengar penjelasan lebih lanjut dari Devan, Nana sudah lebih dulu memanggil mereka berdua ke ruangan Bu Andien.

“Jadi, bagaimana caramu menjelaskan ini?” Bu Andien menunjuk pada layar komputernya yang menyala. “Kurasa sudah lebih dari cukup toleransi yang kuberikan padamu selama ini. Aku bahkan selalu menghormati semua keputusan yang kau buat. Bahkan saat kau mengunggah episode pertama tanpa izin dariku setelah pengumuman penundaan yang kau sampaikan pada tim kemarin, aku masih mencoba untuk memahami semuanya tapi tidak untuk kali ini.” Tegas Bu Andien.

“Penjelasan apa maksud Ibu? Bukankan dalam gambar tersebut sudah jelas bahwa Lea bilang kalau dia merindukan Devan. Mereka bersahabat sejak kecil dan selama 3 tahun ini mereka tidak berhubungan sama sekali.” Devan mencoba memasang wajah tenangnya. “Jika Bu Andien mempermasalahkan kritik para pembaca, bukankah kritikan bisa memotivasi kita untuk menjadi lebih baik.” Bu Andien hendak menyela ucapan Devan. Namun Alfin memutusnya terlebih dulu.

“Ah, sebenarnya itu hanya imajinasi Lea. Devan sedang menipu para pembaca. Apa Bu Andien lupa kalau Dev itu genius?” Alfin mencoba memberikan alasan yang lebih masuk akal bagi Bu Andien.

“Baiklah. Ibu akan percaya dengan ucapan kalian. Dan untuk kau tuan Dev, aku tidak peduli dengan akhir webtoonmu kali ini. Tapi, apapun itu buatlah dengan masuk akal!” Bu Andien menyuruh mereka keluar dari ruangannya.

“Aku membantumu itu bukan berarti aku ada dipihak yang sama denganmu, Devan. Kau berhutang padaku.” Alfin mengacungkan telunjuknya kearah Devan.”Masukkan aku kedalam tim atau aku akan menuntutmu karena kau menangkat kehidupan pribadiku dan menggunakan menjadi sebuah webtoon tanpa izin resmi dariku.” 

Lihat selengkapnya