ENDLESS LOVE

Rex Delmora
Chapter #1

Hari Pertama

Sebagian remaja bahagia menyambut hari pertama masuk sekolah. Ketika sekolah dasar temannya sedikit pas sekolah menengah pertama bertambah banyak dan pergaulan pun lebih luas.

Gadis manis bertubuh sintal, kulit sawo matang, rambut hitam panjang, berdiri di depan cermin lemari sambil mematut diri. Seragam yang dulu putih merah kini berganti putih biru. Dia senang karena ini hari pertama memakai seragam baru. Setelah kemarin satu minggu mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa).

"Nok, ayo sarapan!" ajak Jumaeroh---mamaknya---mengetuk pintu kamar.

Denok yang disingkat nok adalah panggilan sayang keluarga kepadanya. Denok juga panggilan sayang orang Jawa terhadap anak perempuan.

"Nggeh, Mak," sahut gadis itu lalu keluar kamar.

Besar di tengah keluarga yang sederhana, Ariani Nesya Maharani menjadi pribadi yang mandiri. Jumeri---bapak Nesya---seorang pedagang burung beserta perlengkapannya di pasar. Memiliki kios sederhana yang selama ini menjadi sumber kehidupan keluarga. Adik Nesya perempuan dan masih bayi, jarak usia mereka terpaut 12 tahun.

Nesya duduk di kursi ruang makan bersama Jumeri menunggu Jumaeroh yang masih sibuk membuatkan mereka minum. Di meja makan sudah tersaji menu sarapan yang sederhana tapi menggugah selera. Hanya ada telur dadar dan tumis kangkung.

"Gimana sekolah barunya, Nok?" tanya Jumeri berlogat Jawa Tengah yang kental.

"Alhamdulillah, Nesya seneng, Pak. Sekolahannya bersih, terus pas kemarin ikut MOS seru." Nesya tersenyum sumringah.

Sikapnya yang lugu dan polos, terkadang membuat Jumeri was-was. Saat Nesya masih sekolah SD, dia hanya bergaul dengan teman-teman di sekolah dan tetangga yang seusianya. Dia belum mengenal dunia luar, apalagi gadis ini ramah dan baik. Jumeri hanya takut kebaikan Nesya dimanfaatkan orang jahat.

"Nok, kamu sudah besar, harus bisa mawas diri. Boleh berteman dengan siapa saja, tapi kamu enggak boleh asal percaya sama mereka. Kawan itu bisa jadi lawan, kamu jangan mau dibohongi apalagi dibodohi, ya?" nasihat Jumeri mengelus kepala Nesya.

Sebagai seorang ayah, Jumeri tidak ingin melihat anaknya sedih dan kesulitan. Nesya termasuk anak rumahan, pergi ke mana-mana kalau tidak diantar Jumeri atau Jumaeroh, tidak berani.

"Nggeh, Pak," jawab Nesya patuh.

Jumaeroh datang membawa dua gelas, satu berisi teh panas, satu lagi berisi susu cokelat.

"Loh, kok enggak langsung ambil sarapan? Keburu siang loh, nanti telat berangkat ke sekolahnya," ujar Jumaeroh melihat piring mereka masih bersih.

"Iya, Mamak. Ini Nesya mau ambil nasi." Nesya membuka rice cooker. "Loh, kok masih banyak airnya?"

Jumaeroh langsung menjengukan kepalanya ke rice cooker, ternyata masih berupa besar yang tergenang air.

"Ealah, Mamak lupa nurunin tombolnya," ucap Jumaeroh menggelengkan kepala lalu menutup rice cooker dan menurunkan tombol agar nasi matang.

"Ya sudah, beli bubur saja, Mak. Ini bisa dimakan entar siang," titah Jumeri.

Saat Jumaeroh ingin pergi membeli bubur, Ninda---adik Nesya---bangun dan menangis. Jumaeroh langsung lari ke kamar.

"Nesyaaa!" panggil beberapa orang bersamaan.

Nesya lalu menjengukkan kepalanya ke jendela yang ada di samping meja makan.

"Iya, tunggu sebentar! Aku pakai sepatu dulu," sahut Nesya.

Teman-temannya sudah menghampiri. Setiap pagi sejak sekolah SD, mereka selalu jalan kaki berangkat bersama ke sekolah. Jarak sekolah dan rumah hanya butuh waktu 20-30 menit, tidak ada kendaraan umum semacam angkutan kota di daerah Nesya, karena rumah dia kampung dan masuk di Kabupaten Semarang.

Sebelum memakai sepatu, Nesya ke kamar orang tuanya berpamitan dengan Jumaeroh.

Lihat selengkapnya