Hari demi hari dijalani, hingga tidak terasa enam bulan Nesya SMP. Nesya semakin banyak teman, kini tidak hanya Eni yang bermain dengannya saat di sekolah, Nesya punya teman dari kelas lain, yaitu Rubi, Jantik, dan Kristiani.
Saat jam istirahat mereka membeli jajanan di kantin. Nesya tidak lagi takut seperti dulu pertama masuk sekolah, tetapi dia tetap saja minder, merasa tidak percaya diri karena tubuhnya yang sintal dan bongsor.
"En, kita duduk di bawah pohon sana aja, ya?" ajak Jantik menunjuk bangku di bawah pohon mangga depan kantin.
"Ya, duluan wes, entar kami susul," ujar Eni.
Jantik dan Kristiani lebih dulu pergi menempati bangku itu sebelum ditempati orang lain. Sedangkan Eni menunggu Rubi dan Nesya yang masih memilih jajanan. Setelah semua dapat jajanan, mereka menyusul Jantik dan Kristiani. Namun, mereka tidak hanya berdua, di sana ada Yongki---teman satu kelas Nesya---yang duduk di sebelah Jantik dan Hamdani---teman sekelas Yoga---duduk di depan Kristin sedang asyik menggenjreng gitarnya. Eni duduk di samping Nesya, sedangkan Rubi duduk di sebelah Yongki. Dia menepuk bahu Yongki, wajahnya tampak sebal.
"Heh, tumben ikut gabung kami?" tegur Rubi pada Yongki.
"Lagi males sama Yoga, egois banget tuh orang," jawab Yongki ketus, dia memperlihatkan kekesalannya.
Selama enam bulan ini angkatan mereka sudah membentuk band. Setiap angkatan selalu punya perwakilan band dengan genre berbeda yang dibimbing oleh guru kesenian. Yongki dan Hamdani bergabung dalam Band Casper. Dalam band itu, diambil dari perwakilan kelas yang suka bermain musik.
Yongki sebagai bassis, Hamdani gitaris, Milin drummer yang merangkap sebagai vokalis suara rock, dan Yoga sebagai vokalis kadang juga merangkap sebagai drummer apabila Milin yang menjadi vokalisnya. Genre musik yang mereka geluti selama ini adalah pop rock.
"Emang kenapa lagi sih dia? Kalian punya masalah sama dia?" tanya Kristiani.
Nesya memilih diam sambil memakan jajanannya, dia menyimak obrolan teman-temannya. Selama ini dia banyak sekali mendengar keluhan temannya tentang Yoga. Nesya menjadi penasaran dengan pribadi Yoga, apalagi kebanyakan teman tidak suka dengan sikap Yoga yang arogan dan sok-sokan.
"Kesel aja, Kris! Kami udah sepakat setiap Kamis dan Sabtu latihan pulang sekolah, dia jarang banget ikut latihan. Padahal kan, Pak Abadi sudah kasih jadwal latihan. Hari lain untuk kelas delapan dan sembilan, tapi kalau waktu kami latihan ada dia, Yoga sok-sokan ngatur. Kan, kami jadi males," keluh Yongki menggebu-gebu.
"Sabar, sabar, Yong." Rubi mengelus punggung Yongki.
"Emang sifatnya begitu, mau gimana lagi? Mentang-mentang digilai banyak cewek dan kakak kelas. Jadi belaguk dan sok jadi pemimpin," imbuh Hamdani yang sepertinya ia juga jengkel pada Yoga.
"Seharusnya kalian bicarakan baik-baik. Coba ajak diskusi Milin, cari cara gimana supaya Yoga bisa kompak sama kalian. Kalau enggak bisa, kalian adukan saja sama Pak Abadi," usul Eni.
"Kalau langsung mengadu ke Pak Abadi, takutnya entar malah ribet, En. Apalagi potensi musik Yoga bagus, sayang juga kalau sampai diganti dengan yang lain. Yoga juga pinter ciptain lagu, apalagi kan, bentar lagi band kita diundang mengisi acara pembukaan festival di Lapangan Pancasila. Harusnya Yoga punya kesadaran, kita harus sering berlatih," ujar Yongki lalu meminta jajanan Nesya. "Aku minta ya, Sya."
Nesya mengangguk, memberikan keripik singkongnya untuk Yongki.
"Tapi kalau Yoga begitu terus, kan kalian juga yang repot. Kalian satu tim, saling berkaitan dan saling bergantung. Selain membawa nama Band Casper, kalian juga membawa nama baik SMP kita looooh. Sudah sangat bersyukur SMP kita punya program ekstrakurikuler ini, kalian juga bisa mengembangkan bakat dan hobi ini juga, kan? Coba deh, kalian temui Yoga, kalau sikap Yoga ingin sok berkuasa atau pengin jadi pemimpin kalian, yaaaa coba kalian merendah. Jangan saling otot-ototan, jangan juga semua merasa paling tinggi, kalau salah satu di antara kalian merasa tinggi, yang lain harus merendah. Biar Casper enggak bubar di tengah jalan," nasihat Jantik.
"Iya, aku setuju sama Jantik!" sahut Rubi.
Eni, Kristin, dan Nesya mengangguk meiyakan ucapan Rubi.
Teeeeeeet, teeeeeeet, teeeeeeet.
Bel masuk bunyi, semua siswa yang ada di kantin berhamburan segera masuk ke kelas masing-masing, begitu juga segerombolan yang duduk bersama Nesya. Yongki dan Hamdani lebih dulu berlari meninggalkan gadis-gadis itu.
"Eh, entar istirahat kedua kita makan bakso, ya?" ajak Jantik saat mereka berjalan di koridor kelas.
"Siap!" sahut Nesya mengacungkan jempol ke arah Jantik.
"Pokoe nek soal makan, woke ajalah!" timpal Rubi.
"Cocok!" sahut Eni.
Lalu mereka tertawa bersama, Jantik merangkul Kristiani, sampai di depan kelas VII C, mereka masuk.
"Daaaaah," ucap Jantik dan Kristiani melambaikan tangan saat mereka akan berpisah dengan Nesya, Rubi, dan Eni.
Mereka membalas lambaian tangan Jantik dan Kris. Kelas mereka terpisah oleh tangga. Sampainya di depan kelas VII B, Nesya, Rubi, dan Eni masuk.
***
Saat pulang sekolah, cuaca hari itu panas. Nesya berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu teman satu kampung dengannya. Saat dia bosan menunggu, seorang lelaki tinggi, berkulit putih, dengan senyuman lebar berdiri di sampingnya.
"Nesya, kok belum pulang?" tanya Reza---seorang atlet bulutangkis satu kelas dengan Nesya---menyapa ramah.
"Belum, Za. Aku masih nungguin Gina sama Efa."
"Oooh, biasanya memang pulang bareng mereka?"