"Aw!" pekik Nesya terkejut.
Saat jam istirahat, tak sengaja Yoga menabrak Nesya yang berjalan bersama Eni dan Kristiani di koridor kelas yang memegang es teh hingga menumpahi seragam putihnya.
"Maaf," ucap Yoga.
Nesya mengerucutkan bibir, dia menatap Yoga sebal.
"Piye to, Yoooog! Jalan kok enggak lihat-lihat!" omel Eni geram.
"Aku buru-buru mau ke ruang OSIS." Yoga tidak memedulikan baju Nesya yang basah dan kotor. Dia malah berlari.
"Dasar orang songong!" cibir Kristiani memekik. "Ayo, Sya, ke toilet!"
Dalam hati Nesya menggerutu kesal, dia sebal pada sikap Yoga yang tidak baik.
"Ada ya, orang kayak Yoga?" omel Eni membantu Nesya membersihkan bajunya.
"Iya, En. Udah salah, main tinggal aja. Ngeselin banget!" timpal Kristiani.
"Emang sifatnya seperti itu kali! Heran aku, kenapa ya, dia bisa begitu?" Nesya semakin penasaran dengan kepribadian Yoga yang misterius.
Selama ini dia hanya mendengar kebandelan Yoga dan tingkah Yoga di sekolah. Tidak pernah Nesya mendengar cerita tentang keluarga Yoga.
***
Sudah tiga hari Reza tidak masuk sekolah karena mengikuti turnamen di luar kota. Sudah tidak heran lagi bagi teman-teman sekelasnya dan juga wali kelas serta guru di sekolahan itu. Meskipun jarang masuk sekolah, tapi Reza akan mendapatkan pengajaran private untuk mengejar pelajaran yang tertinggal.
Nesya yang sudah terbiasa mengobrol dengan Reza merasa sepi jika tidak ada orang itu. Mau menghubungi dia, bagaimana? Nesya saja tidak punya ponsel, tidak seperti teman-teman yang lain, sudah diperbolehkan orang tuanya memegang ponsel. Nesya merasa menjadi orang kuper (kurang pergaulan) dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman yang sedang tren di kalangannya. Mungkin karena orang tua Nesya terlalu memanjakan dan membatasi segala apa pun yang Nesya lakukan.
"Sya, kamu kenapa?" tanya Rubi melihat Nesya lesu di sela pergantian jam pelajaran.
"Enggak apa-apa, Rub," jawab Nesya tanpa menoleh tapi matanya berkaca-kaca.
Eni menoleh melihat mata Nesya merah.
"Sya!" Eni menegakkan tubuh Nesya. "Kamu kenapa nangis?" tanya Eni cemas.
Rubi dengan cepat berdiri dan mendekati tempat duduk Nesya.
"Enggak apa-apa, aku lagi banyak pikiran saja," jawab Nesya lalu melipat tangan di meja dan menjatuhkan keningnya.
Melihat sikap Nesya tak biasa, Eni dan Rubi saling memandang bingung. Mereka membiarkan Nesya, mungkin Nesya butuh waktu. Rubi kembali duduk di kursinya, sesekali dia menoleh ke samping, melihat keadaan Nesya.
Reza, kok perasaanku jadi aneh begini sih? Kenapa sekarang kalau enggak ada kamu rasanya sepi? Nesya membatin masih setia menyembunyikan wajahnya.
***
Jam istirahat kedua tiba, Nesya melamun sambil berjalan sendiri di koridor. Sampai di depan kelas VII D, lelaki bertubuh gembul sedang bergurau dengan temannya berjalan mundur hingga menubruk Nesya. Tubuh Nesya yang lesu dan tidak siap oleng akhirnya terjatuh. Banyak orang yang menertawakannya. Malu? Sudah pasti malu karena Nesya tersungkur di lantai tidak ada yang membantunya berdiri.
Ingin rasanya marah dan menangis, orang yang menabrak Nesya pun ikut menertawakannya bahkan meledek dia, "Gajah bengkak jatuh. Hahahahaha."
Suara tawa banyak orang semakin riuh. Mata Nesya memerah, air matanya menggantung di pelupuk.
"Apaan sih kalian?" Seorang lelaki mengulurkan tangan membantu Nesya berdiri.
Nesya menengadahkan wajahnya, dia sangat terkejut melihat orang yang mengulurkan tangan itu.
Yoga? batin Nesya tak menyangka.
"Ayo, bangun! Enggak malu diketawain banyak orang?" ujar Yoga datar dengan ekspresi wajah santai.
Dengan ragu, Nesya menerima tangan Yoga. Setelah Nesya berdiri, Yoga membantu membersihkan roknya yang kotor.
"Makasih," ucap Nesya menunduk malu.