"Jika tidak nyaman, komunikasikan. Jangan terlalu sering memendam rasa ketidaknyamanan, apalagi kepada sesama teman."
-Endless Origami-
***
"Woi udah dulu napa foto-fotonya!" seru Arasya memperingatkan dua pemuda yang tengah asyik saling memotret. "Kita kan mau jenguk Mamanya Nada, bukan malah nyari spot buat foto!"
"Kita nggak nunggu Refina dulu?" tanya Karel yang menghentikan aktivitasnya.
"Kan tadi Refina bilang duluan aja!" Arasya menghela napas, "yaudah kita duluan, biar nanti dia nyusul," ujarnya lagi yang sudah tidak sabar bertemu Nada.
Fanisa hanya mengangguk beberapa kali membenarkan apa kata Ara.
"Oh gitu ya, yaudah yuk kita masuk!" seru Karel yang tampak sangat bersemangat.
"TUNGGU!" Seruan Reno itu sontak membuat semuanya menghentikan langkah dan menatap dirinya.
"Apa lagi?"
"Emang kalian tahu ruangan Mamanya Nada dimana?" tanya Reno dengan ekspresi wajahnya yang penuh tanda tanya.
Semuanya baru sadar dan serentak menggelengkan kepala.
"Kita tanya aja ke pusat informasinya! Kan malu bertanya sesat di jalan!" ujar Karel sangat pasti dan membuat yang lain mengangguk menyetujui pendapatnya.
"Gimana mau tanya kalau kita nggak tahu nama Mama Nada! Kalian ada yang tahu?" tanya Reno lagi yang tumben kali ini benar-benar cerdas mengalahkan Fanisa.
Semuanya kini berpihak pada Reno. "Hu ... dasar sesat!" seru Arasya yang langsung detik itu juga mengejek cowok bernama Karel.
"Yaudah kita chat aja Nadanya," ujar Fanisa memberi solusi.
"Jangan! Kita kan ke sini diam-diam, sekalian surprise gitu ke Nada!" seru Ara.
"Terus mau gimana dong? Mau nunggu disini terus sampe kita jadi kakek-nenek?" ujar Reno yang mulai lelah dengan ini semua, lebay ah.
"Yaudah chat aja Nadanya nggakpapa, gausah surprise-surprisean segala!" Fanisa menambahkan.
"Nggak mau! Nggak seru!" Arasya memekik dengan wajahnya yang sedikit kecewa.
"Ih! Malah berantem!" seru Reno yang mulai pusing mendengar suara dua cewek yang sedang berdebat.
Karel hanya menghela napas melihat tingkah temannya, menggelengkan kepala berkali-kali, lalu tiba-tiba sok berdoa. "Ya Allah, semoga aja ada keajaiban saat ini juga dan sadarkan teman-teman hamba, ya Allah ...."
Yang lain sontak langsung menoleh ke arah Karel, tidak terima karena dalam doa Karel tadi mengandung sebuah ejekan.
Tetapi, bagaikan sebuah dongeng impian, sepertinya doa Karel itu langsung terkabul setelah mereka melihat sosok yang dikenal tak jauh dari sana menuju masuk ke gedung rumah sakit.
"Itu Kakaknya Nada yang ganteng itu kan? Kak Dana!" tunjuk Arasya yang membuat teman-temannya mengikuti arah telunjuk cewek itu.
"Iya benar! Yuk kita samperin!" seru Karel yang paling bersemangat dan menghampiri cowok tinggi yang memang adalah Pradana Naufal, Kakaknya Nada.
***
Sore ini Dana sudah berada di rumah sakit. Ia sudah berjalan menuju kamar inap Irma. Dia tidak sendirian, ada lima remaja yang berjalan bersamanya. Siapa lagi kalau bukan teman-teman Nada. Karel, Reno, Arasya, Fanisa dan Refina yang sudah datang lagi ke rumah sakit ini setelah mencari ponselnya yang tertinggal di warung makan Bundanya, tetapi, dari raut wajah gadis itu terlihat jelas bahwa dirinya masih belum menemukan ponselnya.
"Emang kalian mau kesini nggak bilang sama Nada dulu?" tanya Dana di sela langkahnya.
Fanisa yang memang berjalan di samping Dana langsung menjawab, "Nada tadi nggak masuk kelas, Kak."
Dana menghentikan langkahnya, sepertinya ia sedikit terkejut mendengar jawaban dari Fanisa. Dana lalu menoleh ke arah Fanisa, merasa tidak yakin dengan apa yang dibicarakan cewek berambut sebahu itu.