"Sekali-kali bolos mah nggak papa. Asal jangan titip absen. Nggak jujur itu namanya." -Yudha Pratama-
***
Sangat santai.
Ah, tidak. Lebih tepatnya sangat dingin dan datar. Begitulah hari-hari yang selalu dilewati Nada setiap berada di sekolah.
Dan siang ini, ia baru saja kembali ke kelas setelah mampir ke toilet karena ada sesuatu hal yang harus dikeluarkan. Jika saja bukan keadaan darurat, Nada tidak mungkin mau keluar kelas saat jam istirahat. Ia selalu malas mendengar ocehan orang-orang yang ada di sekolah ini mengenai dirinya, pembunuh ....
Pandangan gadis itu langsung berfokus pada ketiga temannya yang sedang berkumpul di bangku belakang. Ia bisa melihat Refina sedang menangis tersedu duduk di kursinya. Di sampingnya, ada Arasya yang berusaha menenangkan dan juga Fanisa yang terlihat khawatir.
"Emang dasar! Cowok kampret!" Arasya mengerutkan kening dan bibirnya, tangannya mengepal.
Keberadaan Nada yang belum mereka sadari hanya membuat Nada terus saja menyimak apa yang sedang terjadi sambil perlahan mendekati mereka.
Refina kembali terisak. Bisa dilihat kedua mata dan hidung gadis itu memerah karena tangisannya.
"Gue kaget, sebelumnya gue nggak pernah diginiin, hiks." Napasnyapun tersenggal saat ia berbicara. Bisa dirasakan bagaimana Refina sungguh menangis saat ini.
"Kalo gitu, gue mau bales dendam ke Yudha."
Mendengar nama yang tidak asing diucapkan Arasya, membuat gadis itu buru-buru muncul di hadapan mereka.
"Refina kenapa? Apa ada hubungannya sama Yudha?" tanya Nada yang langsung dipandang oleh ketiga temannya itu.
"Si Refina dikasarin sama Yudha," ucap Fanisa.
Refina kembali menangis disana.
"Dikasarin gimana?" tanya Nada lagi. Kali ini ekspresi Nada benar-benar terlihat khawatir.
"Dia di dorong sampai jatuh, sikunya luka. Kampret emang itu cowok. Banci!" Kata-kata yang barusaja keluar dari mulut Arasya semakin membuat tangis Refina menjadi-jadi, gadis itu sangat ketakutan.
Nada bernapas dengan terengah. Ia mengepalkan tangannya dan marah saat mendengar apa yang diucapkan Arasya. Ia langsung berbalik dan berjalan dengan wajah marah.
"Nada mau kemana?" teriakan dari Fanisa tidak mampu menghentikan langkahnya. Nada terus saja berjalan keluar kelas.
"Eh, Nada mau keman-" ucapan Karel yang berpapasan dengan Nada terhenti saat ia melihat ekspresi Nada yang tidak seperti biasanya. Karel terlihat bingung, tidak biasanya gadis itu berjalan cepat dengan ekspresi seperti orang marah.
"Nada kenapa, woy?" Reno datang dari luar. Ia langsung bertanya-tanya saat sempat berpapasan dengan Nada di depan kelas.
"Lhoh, Refina kenapa?" Kini Karel bertanya pada tiga gadis yang berkerumun di bangkunya.
Tidak ada jawaban. Hingga Reno harus mengulang pertanyaan Karel. "Refina kenapa? Terus Nada juga kenapa?"
***
Kedua mata Nada menajam menatap cowok yang sedang duduk bersantai di depan kelasnya. Cowok itu mengamati lapangan sekolah dan bercengkerama riang dengan teman yang ada di sampingnya.
Nada, ia menggigit bibir bawahnya takut-takut. Tapi tangannya tetap mengepal dan napasnya terengah. Sekarang rasa marahnya sudah tidak dapat ditahan. Ia berjalan terus mendekati Yudha.
Yudha melengos saat mengetahui Nada berdiri di sampingnya. Ia tidak mau meladeni gadis yang dianggapnya pembunuh itu.