Endless Origami

dedanel
Chapter #15

15 - Lipatan Yang Merekat

"Jangan mengajak selfie macan yang sedang tidur." [Endless Origami]

***

Nada sudah kembali ke kelas. Ia masih melihat Refina yang terisak di sana bersama Arasya dan juga Fanisa.

"Nada, lo dari mana?" tanya Fanisa sesaat setelah Nada sudah berada di samping mereka.

"Jangan bilang, lo nemuin Yudha?" tanya Arasya kemudian, ia mengintimidasi.

Nada tidak menjawab, ia hanya mengembuskan napasnya dan beralih menatap Refina. "Refina nggak papa, kan?"

Refina hanya terisak. Namun isakannya tidak separah tadi, sepertinya Refina sudah cukup tenang.

"Lo tadi nemuin Yudha?" ucap Arasya mengulangi pertanyaannya.

Nada mengangguk, seketika membuat tiga cewek yang berada di sana membulatkan kedua bola matanya.

"Nada, lo nggak diapa-apain sama Yudha, kan?" kini Refina justru yang berbalik khawatir dengan Nada.

"Gue yang seharusnya khawatir sama lo. Lo bisa cerita kenapa Yudha sampai kasar sama lo?"

Refina terdiam, ia menunduk dan memainkan jari-jemarinya.

"Ref? Yudha nggak macem-macem sama lo, kan?"

Refina menarik napasnya."Gue tadi lewat di belakang laboratorium kewirausahaan." Ia mengambil jeda untuk bernapas.

"Terus kenapa, Ref?" Mendengar kata belakang laboratorium kewirausahaaan membuat Arasya langsung berpikir negatif. Sebenarnya pikiran itu juga sempat beterbangan di otak Nada, tetapi Nada berusaha menepisnya karena ia merasa Yudha tidak akan berbuat seperti apa yang sempat ia pikirkan. Sedangkan Fanisa, sedari tadi ia masih nyaman untuk menyimak.

"Refina, jelasin, nggak papa." Kini Nada yang berbicara. Nadanya terdengar seperti memohon.

"Jelasin yang jujur, Ref. Nggak usah takut sama upil kuda nil." Tiba-tiba saja Reno dan Karel muncul.

"Kalo perlu, kita bisa langsung lapor ke Pak Rahmat. Nggak bisa dibiarin orang kayak Yudha berkeliaran di sekolah ini!" ucap Reno dengan menggebu-gebu dan mendapat anggukan dari semua orang yang ada di sana kecuali Nada.

"Nada, kok lo nggak ngangguk, sih?" Fanisa yang polos itu bertanya pada Nada yang seperti biasa mulai melamun.

"Ha?" Nada sedikit terkejut. "Tapi kita belum tahu alasan Yudha kasar sama Refina."

"Tapi apapun alasannya, berbuat kasar itu nggak baik, Nadaku sayangku cintaku," jawab Arasya yang mulai gemas dengan Nada yang terlihat seperti membela Yudha.

Mendengar jawaban Nada yang memang ada benarnya, membuat Karel menjadi lebih penasaran dengan apa yang tadi dibicarakan Nada dengan Yudha dan juga Dana. Karel yakin ada sesuatu yang tidak ada di antara mereka yang paham kecuali Nada.

"Tapi ada benernya juga sih kata Nada. Nggak semua harus dilaporin ke Pak Rahmat," ucap Karel lalu berdiri lebih dekat dengan Nada.

"Nggak usah mepet-mepet juga kulit kambing." Reno menyeletuk gemas melihat tingkah temannya.

"Namanya kulit kambing kan emang harus mepet sama daging kambing," ujar karel gamblang.

Reno langsung terbahak di sana, "Jadi, sekarang Nada jadi kambing?"

Tidak terasa, Karel dan Fanisa pun ikut tertawa. "Masa Nada jadi kambing sih? Ha ha ha."

"Yum, lo ketawa emang lo ngerti?" Arasya menatap Fanisa yang tengah tertawa itu.

Fanisa berhenti tertawa, ia menggeleng sambil nyengir. Sudah diduga. Fanisa yang otaknya sudah penuh dengan pelajaran itu sepertinya memang kadang lemot oleh hal lain.

"Gimana, Ref?" tanya Nada lagi kembali ke pembahasan awal.

"jadi pas gue lewat belakang laboratorium kewirausahaan, gue ketemu Yudha lagi ngerokok di sana-"

Karel melengos, "Gila tuh upil kuda nil."

"Diem dulu, anjir!" Reno menepuk bahu Karel begitu saja.

Refina menarik napasnya panjang, sesekali ia menyeka air matanya dengan jari. "Terus gue tanya, tapi jawabannya judes."

"Tanya gimana?"

"Ya tanya aja, ngapain dia ngerokok di sana, apa dia galau?"

Lihat selengkapnya