"Yang dirasa sudah kuat dan merekat ternyata merenggang bahkan hampir terlepas." [Endless Origami]
***
"Bang, gue pulang dulu, ya, ada urusan mendadak. Salamin sama Tante." Yudha berlalu begitu saja sesaat setelah meraih ranselnya di atas sofa. Setelah kembali dari halaman belakang tadi raut wajahnya benar-benar berubah.
"Buru-buru amat ya?" tanya Dana yang berdiri di ambang pintu, menatap Yudha yang sudah menyalakan motornya di sana.
Nada hanya duduk. Melihat Yudha pamitan dengan wajah yang tidak nyaman tadi membuatnya kembali berpikir hal buruk.
"Besok pulang sekolah ajak Yudha lagi ke sini," ujar Dana sambil berlalu menuju kamarnya.
Nada menghela napas. Menyandarkan tubuhnya ke sofa di sana. Dia benar-benar merasa senang akhir-akhir ini karena Yudha yang mulai melunak. Namun, ada apa lagi dengan Yudha tadi?
Gadis itu memijat kepalanya yang terasa pening perlahan.
***
Nada menyusuri koridor sekolah yang masih sepi. Seperti biasa, gadis itu suka berangkat lebih pagi.
"Lu ngejatuhin sesuatu yak?!" seru cowok yang tiba-tiba sudah berada di samping Nada.
Nada menoleh. "Apaan sih," ketusnya begitu saja.
"Lu nunduk mulu, kayak abis ngejatuhin sesuatu. Tegap aja! Liat ke depan. Siapa tahu lu bisa liat masa depan kita!"
Karel menyamakan langkahnya pada langkah Nada yang amat cepat.
"Buru-buru amat, Bu. Kayak dikejar setan aja."
"Iya elo setannya!"
Karel menghentikan langkahnya.
"Kenapa berhenti?" tanya Nada sembari berbalik.
Karel menyunggingkan kedua sisi bibirnya. "Ciyee. Nungguin yak?!"
Nada berbalik ke depan. Tidak menghiraukan lagi cowok yang sangat percaya diri itu di belakangnya.
"Nada tunggu! Gua nggak sanggup lu tinggalin!" teriaknya yang menggema di sepanjang koridor.
***
"Pagi anak-anak!" seru Pak Rahmat yang memasuki ruang kelas IPA 2. "Bu Ela nggak masuk hari ini. Jadi seperti biasa, Bapak masuki untuk bimbingan ya!"
Arasya menepuk kepalanya. "Enyahlah dari pikiran, mantan! Enyahlah!"
"Arasya, kenapa mukul kepalanya? Baik kan?" tanya Pak Rahmat yang kebingungan melihat tingkah gadis itu.
"Biarin aja Pak. Dia emang rada-rada kegeser otaknya." Siapa lagi kalau bukan Bambank alias Reno yang baru saja menyeletuk dengan santainya.
Arasya hanya menunduk. Tidak ingin melihat maupun menatap Pak Rahmat yang katanya mirip dengan mantannya tersebut. Tidak sanggup ujarnya.
"Sudah, sudah. Langsung aja. Bapak absen dulu ya."
"Hadir, Pak!" seru Karel dengan wajahnya yang tersenyum lebar. Disaksikan oleh seluruh isi kelas. Tanpa malu sedikitpun.
"Belum Karel!" ujar Pak Rahmat seraya menggelengkan kepalanya.
"Oh belum ya Pak. Hehe. Maaf," ujar Karel lalu ia menggaruk tengkuknya dan mendapati mata Nada yang menatapnya dengan aneh.
"Santai aja liatin guanya. Nanti jatuh cinta lu baru tau rasa," bisik Karel yang ternyata bukan sebuah bisikan seperti yang ia kira. Nyatanya, seluruh isi kelas dapat mendengar perkataan yang baru saja meluncur bebas dari mulutnya itu.