Endless Origami

dedanel
Chapter #20

20 - Festival Origami

"Mengetahui sahabat sendiri membenci kita memang lebih menyakitkan dari apapun."

[Endless Origami]

***

Karel memundurkan kakinya. Dia menuju motor vespa biru muda yang ia parkir tak jauh dari rumah Nada. Ia Melajukan vespa tersebut dengan perasaan yang berkecamuk.

Pemuda itu mengurungkan niatnya untuk bertemu Nada, bukan waktu yang tepat sepertinya.

Vespa itu terus melaju, menuju ke sebuah tempat. Tempat luas yang akan menjadi rumah masa depan untuk semua orang.

Karel turun dari vespa, tangannya memegang sebuah bucket bunga yang telah ia beli tadi, lalu memasuki pagar tempat yang penuh hamparan tanah berbunga itu.

Karel tiba di depan sebuah gundukan tanah yang sudah tertutup rumput kecil, ia tersenyum seraya meletakkan bunga di depan batu nisan. "Hei, udah lama gua nggak main ke sini. Apa kabar?" tanyanya pada gundukan tanah itu. Karel lalu berjongkok, dan mengusap wajahnya yang kelihatan frustrasi itu.

***

"Apa kata dokter?" tanya Nada dengan wajah cemasnya kepada Dana yang baru saja berbicara dengan dokter.

Dana mengusap wajahnya, lalu menghela napas. "Mama harus dirawat inap lagi," katanya seraya duduk di jejeran kursi depan ruang UGD.

Yudha, dengan wajah yang tak kalah cemas mencoba menenangkan Dana di sana.

Nada terdiam lantaran melihat sosok lelaki yang sangat ia kenali dari jauh. Sumandra, dengan langkah terburu-buru berjalan menuju ruang UGD. Nada mengusap wajahnya, tahu apa yang akan terjadi jika raut wajah sang ayah amat serius seperti itu.

"Ayah sudah bilang, di rumah jagain Mama! Nyesel saya percayain kamu untuk jaga Mama." Perkataan pedas itu begitu lancar keluar dari mulut Sumandra, kepada Dana tentunya.

Dana hanya tertunduk di kursi tadi, tanpa berdiri menyambut sang Ayah yang sudah mengomel begitu ia sampai.

"Awas aja kalau terjadi apa-apa sama Mama, itu berarti salah kamu," ujar Sumandra lagi sambil berlalu meninggalkan tiga remaja itu di sana. Dia menuju ruang UGD dan mencari Irma di sana.

Dana mengusap matanya yang mulai berkaca-kaca, lalu pergi meninggalkan Nada dan Yudha tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Bang-" Nada berniat mengejar Kakaknya itu, namun ditahan oleh Yudha.

"Biar gue aja," ujar Yudha yang mencoba menenangkan Nada dan menyusul Dana.

Nada mengangguk dan kemudian duduk di kursi tadi, mengacak rambutnya berkali-kali, mencoba merutuki dirinya sendiri entah kenapa, Nada sangat memikirkan Dana yang selalu disalahkan oleh Sumandra.

***

"Woy! Bengong aja pagi-pagi! Ngapa lo?!" Reno, dengan wajah yang ceria menepuk pundak Karel yang tampak tidak ceria.

"Siapa yang bengong Bambank?! Pagi-pagi udah ngajak berantem aja nih!" balas Karel yang terlihat sudah sadar dari lamunannya itu.

Reno meletakkan tas ranselnya di meja, memutar kursi yang tepat di depan Karel menjadi menghadap Karel di sana, tidak lupa pemuda itu duduk begitu kursi dirasa sudah pada tempat yang ia inginkan. "Gue tahu deh, lo ngelamunin Nada kan? Jujur lo!"

Karel menabok wajah Reno begitu saja.

"Lo mikirin apa hubungan Nada dan Yudha kan? Jujur lo!" tambah Reno dengan sangat percaya diri.

"Sekali lagi lu ngomong, gua bakar tuh tubuh lu biar jadi kulit kambing bakar!" seru Karel yang tampak kesal karena paginya sudah diawali dengan Reno yang menyebalkan.

Reno menghela napas, "Udah! Nggak usah sok cool lo! Ngaku! Pasti lo penasaran ada apa sebenernya Yudha dan Nada iya kan? Apalagi Yudha lebih ganteng daripada lo yang mirip tai matanya kura-kura!"

"Eh Bambank! Sekali lagi lu ngomong, habis gigi lu gua rontokin!" seru Karel yang sudah melingkarkan lengan di leher Reno yang memekik kesakitan.

Karel melepaskan lengannya pada leher Reno, merapikan seragamnya dan berniat duduk kembali ke bangkunya.

Reno yang masih belum jera dengan ancaman Karel, menyunggingkan kedua sisi bibirnya dengan ekspresi yang menyebalkan. "Seriusan nih, Makarel nggak penasaran?" tanya Reno lagi merayu temannya itu di pagi hari. "Apa sih hubungan Nada sama Yudha?"

"Kalau mau tanya, langsung tanya ke gue," ujar suara perempuan yang berhasil mengejutkan Reno di sana, bahkan pemuda itu hingga terjungkal dari bangkunya saking kagetnya.

Ya, suara manis yang terdengar menyeramkan bagi Reno itu keluar dari mulut Nada.

Karel terpingkal, tanpa berniat membantu temannya yang kesakitan itu.

Lihat selengkapnya