"Cowok juga harus nangis kalau pengen nangis. Jangan ditahan. Nangis itu manusiawi."
[Endless Origami]
***
Dana masih meringkuk di dalam kamar. Setelah insiden Ayahnya menampar tadi, Dana tidak keluar dari kamar sama sekali setelah Sumandra keluar dari rumah.
Ini sudah hampir sore, tetapi Dana masih saja meringkuk dalam selimutnya, membusuk dalam kamar, tidak ingin bergerak sedikitpun.
Drrtt ... drttt ....
Ponsel yang tepat di atas bantal Dana itu bergetar, Dana masih diam memejamkan matanya, lelap dalam tidur yang dibuat-buat.
Drrtt ... drttt ....
Ponselnya terus bergetar berkali-kali, membuat pemuda itu kesal bukan main. Dana terpaksa membuka matanya, membuka selimut lalu meraih ponselnya. Jika saja dia tahan dengan kebisingan tidak akan tangannya itu meraih ponsel, lebih baik melanjutkan tidur, melanjutkan kebusukan yang ia ingin.
"Ya?" ujar Dana begitu mengarahkan ponselnya ke telinga.
"DAN LO DI MANA SIH? KENAPA NGGAK MASUK KULIAH? HARI INI KAN PENGUMPULAN TUGAS STATISTIKA! BUKANNYA LO KEMARIN SEMANGAT BANGET NGERJAIN?! LO DIMANA?!"
Dana menjauhkan ponselnya dari telinga, suara Dandi dari seberang sana sangat kencang dan memekikkan telinga. "Biasa aja kali, nggak usah teriak-teriak!" sahutnya dengan kesal.
"Lo di mana? Dosennya udah ngasih keringanan nih, terakhir ngumpul malam ini! Cepetan sini ke kampus!"
"Gue lagi membusuk di kamar!"
Suara helaan napas Dandi terdengar begitu jelas. "Mulai lagi deh lo! Kenapa lagi? Dimarahin Ayah lo?"
Teman dekat Dana itu memang tahu betul apa yang sering terjadi pada temannya.
"Cepetan sini ke kampus! Jangan lupa bawa tugas statistik!"
Dana mematikan ponselnya. Menarik napas berkali-kali. Dan tiba-tiba saja pikirannya menemukan sebuah ide. "Kesempatan buat kabur," ujarnya lalu beranjak dari kasur menuju kamar mandi.
***
"Gara-gara Makarel nih! Nada tadi jadi dihukum kan, pingsan pula!" seru Refina yang kali ini tidak sedang memegang ponsel.
"Iya iya maaf ye gaes," ujar karel sambil menggaruk tengkuknya.
Nada beserta teman-temannya itu sudah siap untuk pulang sekolah mengingat sudah berakhirnya kegiatan belajar-mengajar pada hari ini.
"Tuh Rel, wajah Nada jadi pucat tuh!" seru Reno lagi kembali menyalakan kompor di sana.
"Iya kan gua juga nggak tahu Nada bakal pingsan!" tambah Karel yang juga kelihatan sedih dan merasa bersalah di sana.
"Udah, gue emang kecapekan kok tadi kata Bu Dina," tambah Nada yang mencoba menenangkan temannya. "Nggak papa kok, yuk kita pulang!" seru Nada kemudian seraya berdiri dan menggendong ranselnya.
"Nada pulang kemana?" tanya Arasya.
"Ke rumah sakit nih kayaknya," sahut Nada.
"Kita ikut boleh nggak? Sekalian jenguk Mama lo!" tambah Fanisa yang sedari tadi sangat ingin menjenguk Irma.
Nada terlihat berpikir.
"Kalau lo nggak mau nggak papa Nada, bisa kapan-kapan aja," ujar Arasya yang terlihat paling peka dengan ekspresi wajah Nada.
Nada menatap teman-temannya, lalu tersenyum tipis, namun terlihat sangat tulus. "Boleh kok, yuk langsung aja, kita naik angkot ya!" seru Nada yang terlihat bersemangat.
"Beneran?" tanya Reno dengan wajahnya yang ragu-ragu.
"Iya beneran, yaudah ayok. Mama bakal suka kalau temen gue banyak," tambah Nada tak lupa dengan senyumnya yang terukir.
"Siyap! Langsung! Gue udah izin sama Bunda nih!" seru Refina yang tak kalah bersemangat.
"Yang lain izin dulu," ujar Nada mengingatkan temannya.
Detik itu juga, masing-masing remaja itu sibuk dengan ponselnya, meminta izin kepada orang tua masing-masing. Remaja yang sangat patut dicontoh, selalu izin dengan sejujur-jujurnya setiap ingin pergi ke suatu tempat.
***
Refina terlihat memimpin teman-temannya. Dengan langkah yang ceria dia menyalakan ponselnya dan sedang asyik merekam sekitar, entah apa yang dia rekam, mulai dari wajahnya, wajah teman-temannya, pohon, jalanan, bahkan kucing yang lewat terkejut melihat Refina yang tiba-tiba berteriak 'Hai kucing!' sambil mengarahkan ponsel ke kucing itu.
"Sabar teman-teman! Sabar! Kita harus kuat menghadapi Refina!" seru Arasya dengan wajahnya yang amat serius, dan hal itu malah sangat lucu bagi yang lain. "Tunggu aja, bentar lagi Refina bakal ngajak selfie Abang angkot!"
"Lebay!" seru Refina yang tak mau kalah karena sedang ditertawakan semua temannya.
Keenam remaja itu baru keluar dari gerbang sekolah. Menuju halte terdekat untuk menunggu angkot.