"Yakin, kita tetap mau temenan sama Nada?" tanya Arasya yang kadang memang suka curiga terhadap sesuatu.
Fanisa menghela napas berat, "Entah," ucapnya singkat dan tidak memberi solusi.
"Gue ngikut ajalah." Refina menjawab dengan mata yang masih fokus pada layar ponsel, memotret dirinya berkali-kali atau bahkan sekedar melihat wajah cantiknya yang glowing tersebut di layar ponsel pintar itu.
Pagi ini, ketiga sahabat itu sudah datang lebih awal. Mereka memang janjian untuk hadir lebih awal hari ini lantaran Arasya yang tadi malam tiba-tiba mengatakan ada hal penting yang harus mereka bahas pagi ini.
"Tapi Nada baik, kok. Gue yakin. Seribu kali yakin!" seru Ara yang mendongakkan wajahnya menatap kedua temannya bergantian.
"Kalau yakin ngapain tadi curiga?!" Fanisa mulai kesal dengan tingkah Ara itu.
"Astaga! Kuota gue habis! Nggak bisa bikin snapgram dong! Yah!" Refina memekik merutuki ponselnya yang kehabisan daya internet.
"Refina!" Ara dan Fani serentak membentak Refina yang keluar dari pembahasan mereka.
Ketiga sahabat itu terus saja memperdebatkan apakah mereka tetap melanjutkan berteman dengan Nada atau tidak, tanpa mereka sadari ada seorang gadis yang mendengar itu semua dari balik pintu kelas.
Ya, Nada Alishba, dengan wajah datarnya, mendengar itu semua.
Nada lalu berbalik, berniat pergi ke taman sekolah yang biasa ia datangi. Moodnya sedang tidak baik untuk masuk ke kelas sekarang.
Baru saja tubuhnya memutar ke belakang, dia dikejutkan oleh kehadiran cowok yang sudah cengar-cengir ketawa sambil menggaruk tengkuknya.
"Mau kemana?" tanya cowok itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Karel Ghifari, sang siswa baru yang berhasil mengenal hampir seluruh isi sekolah, mengalahkan siswa lama.
Nada tidak menjawab dan melanjutkan niatnya untuk melangkahkan kaki pergi dari sana.
Bukan Karel jika menyerah saat itu juga. Cowok itu tentu saja membuntuti Nada dari belakang.
"Ngapain ke taman?" tanya Karel yang kebingungan akibat Nada yang diam menatap kursi panjang di bawah pohon taman sekolah itu.
Nada yang sedari tadi tidak menyadari bahwa dirinya telah dibuntuti oleh makhluk aneh ini memasang wajah yang benar-benar terkejut.
"Santai aja liatnya! Gua bukan setan!" seru Karel seraya merapikan rambutnya yang terkena angin. Di saat seperti ini, sebenarnya tampang Karel sangat menggoda, begitu tampan dan memesona. Tetapi, bukan Nada namanya jika peduli dengan ketampanan seseorang.
Nada hanya diam tanpa menjawab. Malas menghadapi makhluk aneh di hadapannya. Alhasil, gadis itu malah beranjak dari sana. Meninggalkan Karel yang sedang mengoceh entah apa yang keluar dari mulut cowok itu. Nada pergi tanpa berbalik dan tidak memedulikan Karel yang sedang protes dan berteriak di belakangnya.
"Astaga! Itu cewek apa AC sih? Dingin banget!"
***
"Yaudah kita yakin aja! Jangan setengah-setengah. Nanti jadinya nggak enak! Ibarat makanan, kalau makan cuma setengah, kurang puas!" seru Arasya yang mulai bangkit dari bangkunya.
Fanisa mengangguk, "Oke! Kita sudah memutuskan untuk memilih jalan yang sepertinya dibenci orang lain, jadi siap-siapin kuping yak!"
"Siyap!" sahut Refina yang masih asyik dengan kamera di ponselnya.
"Pokoknya kita nggak boleh menyimpulkan sesuatu tanpa mengetahui hal lain dari pihak lainnya. Jangan hanya menyimpulkan dari satu pihak saja. Gue yakin Nada anak baik kok, mata dia itu menyorotkan kalau dia butuh teman bukan butuh musuh." Arasya berkata dengan tatapannya yang kosong, begitu mendalami peran ketika membayangkan jika saja dirinya adalah Nada.
"Yakali, semua orang mah emang butuh teman!" seru Refina yang sudah meletakkan ponselnya di atas meja.
"Eh, iya ya," kata Arasya, "tapi beda!"
"Iya deh iya!" seru Fanisa yang mulai bosan dengan pembahasan ini.