Endless

Viviqarn
Chapter #2

1. Parodi

Membohongi diri sendiri salah satunya adalah hati yang melarikan diri

*****

SMA Pradipta dikenal dengan sekolah favorit di Jakarta. Banyak anak bahkan orang tua bersaing untuk bisa memasukkan anaknya ke sana. Tidak heran sekolah itu dipenuhi oleh anak dari orang tua berada, namun tidak mengurangi kualitas akademik dan non akademik siswa yang ada. 

Bisa dikatakan terkenal, sekolah itu pun banyak berisi anak-anak yang terkenal juga. Dari cowok ganteng sampai cewek cantik bak sekolah yang dipenuhi dengan artis-artis papan atas dan selebgram.

Contoh salah satu siswa famous di sana adalah Arga Bintan Rahardian. Berasal dari keluarga Rahardian yang kaya tidak membuat cowok kelas 12 MIPA 4 itu bergantung pada orang tua. Lagi pula dia lebih dari cukup untuk dikatakan cowok terganteng di sekolah. Mata tajam dan sedikit ada kilas biru jika dilihat dari samping. Tinggi, kulit putih, dan wajahnya yang di luar kata biasa semakin membuat kaum hawa terkesima jika melihatnya. Banyak di antaranya yang mengantre untuk bisa bersama Bintan namun, sayangnya cowok yang dikenal kasar itu tidak pernah sekali pun memiliki hubungan bersama wanita. Ia lebih suka bersama dua sahabatnya atau berlatih pencak silat dan berbagai olahraga lain. Jangan salah, selain pintar, Bintan memiliki kemampuan non akademik yang bagus. Hanya saja dia tidak tahu cara berkomunikasi dengan orang lain secara baik selain kepada sahabatnya. Karena jika dengan orang lain ia akan bersikap jutek, dingin, dan sangat mengesalkan. 

Bersama dua sahabatnya, Bintan berjalan di koridor sekolah. Menyampirkan jaket hitamnya ke pundak sembari menatap lurus ke depan. Banyak pasang mata terpana melihat tiga cogan lewat. Karena tidak hanya Bintan saja yang terkenal namun dua sahabatnya, Alfaro dan Albi. Bintan menengahi mereka ketika berjalan. Tidak sedikit mulut yang menganga akibat terpana, seolah ada sorot cahaya panggung yang hanya menyorot pada mereka. Sedangkan siswa lain adalah penonton pertunjukan yang histeris ketika pertunjukan hendak dimulai. Menyaksikan kegagahan tiga cowok itu. 

Alfaro Prandinata, berbeda dengan Bintan cowok satu ini memiliki kepribadian lembut. Banyak kaum hawa menyukai senyum yang barang siapa melihatnya pasti akan meleleh. Cowok yang satu kelas bersama Bintan ini lebih suka musik, gambar, atau menangkap gambar. 

“Berhubung bakal susah banget deketin Bintan, mending gue pilih Albi aja. Lagian dia masih sepupu Bintan. Yang lebih penting nggak kalah ganteng juga, humoris pula. Aaa...,” pekik salah seorang cewek memuja-muja. 

Seseorang menyanggah, “Lo mah sukanya degem.”

“Walaupun begitu Bintan tetap paling utama,” girang yang satunya lagi. 

“Duuh, Alfa juga comel banget!”

Berbagai seruan biasa tiga cowok itu dengar. Dengan sikap biasa pula sikap mereka untuk menanggapi. Mendadak koridor yang berkerumun mulai membelah, memberikan ruang bagi tiga cogan yang biasa disebut sebagai 3A. Perhatian secara penuh mengarah pada mereka. Dengan gaya santai dan binar mereka bagi masing-masing anak, 3A melengang jauh dari kerumunan. Menyisakan sesak napas bagi kaum hawa. 

Sampai di tempat yang biasa mereka tempati, mereka duduk di bangku masing-masing. Bintan memilih jegang sambil merapikan pakaian, Albi meminum kopi, sedangkan Alfa membaca buku. 

“Nanti mampir di tempat biasa,” ucap Bintan. Dengan gaya bicara datarnya jelas itu terdengar seperti titah. 

“Gue nggak bisa,” tolak Alfaro. 

Bintan berdecak lirih. “Ayolah, Al. Akhir-akhir ini lo jarang banget kumpul. Jangan bilang karena anak angkat Kak Luluk yang udah kaya orang sinting setelah bangun dari koma itu?”

Alfa tersenyum kecut, “Belva, Tan.”

“Kok bisa sih dia sekarang ngejar lo? Ngikat lo dengan alasan tahap penyembuhan pula!” ketus Bintan. Nada bicaranya sedikit meninggi. 

“Lo merasa kehilangan?” goda Alfa menampilkan smirk jahatnya. Pasalnya sebelum ini Belva justru mengincar Bintan ketimbang Alfa. Wajar saja semua anak heran. Gadis itu selalu berceloteh panjang lebar dengan Bintan, sudah berulang kali diusir tapi tetap saja menempel. Jika diingat Belva satu-satunya wanita yang tidak menyerah mengejar cowok kasar itu. Karena kebanyakan cewek sudah putus asa pun kesal sendiri akibat selalu dihina dan diperlakukan seenaknya oleh Bintan. Itu sebabnya daripada Bintan, banyak anak cewek lain jadi mengejar Albi, degem katanya. 

“Eh, emang bener ya si Belva diangkat jadi anak sama Kak Luluk? Secara kan Kak Luluk belum menikah, penulis sukses, jalannya juga masih panjang.” Kali ini Albi menyahut.

“Sejak kapan lo suka gibah tuh cewek?” tandas Bintan. 

“Ya tahu aja kan, lo berubah pikiran sama Belva.”

“Dih mendingan juga Cheril.”

“Eleh, dikira gue nggak tau lo terpaksa tunangan sama dia.”

Lihat selengkapnya