ENIGMA: Aku Tak Sendirian

Benny Rhamdani
Chapter #4

#3 Selubung Kejora

Tiada yang bisa menduga hal yang akan terjadi. Kemarin Zia masih ingin menyimpan kekuatannya dengan rapat. Malam ini Zia malah menggebu-gebu ingin menempelkan telapak tangannya ke seluruh penghuni sekolah.

Semua kejadian yang berlangsung sepanjang hari ini di sekolah membuatnya tak bisa berhenti berpikir.

Begitu sampai rumah, Mami juga langsung menyambutnya dengan pertanyaan, "Kamu tidak apa-apa kan, Zia?"

Rupanya kejadian di sekolah sudah menyebar luas dengan cepat. Mami tampak menyembunyikan kecemasannya dibalik raut wajahnya yang mulai mengeriput.

Zia tidak menceritakan semua kejadian di sekolah. Hanya bagian Zia ditemukan tewas mengenaskan setelah tak terlihat saat pelajaran kosong.

Zia lebih banyak mengungkapkan kesedihannya karena kepergian Renata dengan cara yang tidak selayaknya.

"Renata memang tidak disukai di sekolah. Tapi sebenarnya dia anak yang baik. Keburukan yang dilakukannya semata karena dia harus menjadi tulang punggung keluarganya," tutur Zia.

Sudah jadi rahasia umum bila Renata menjalankan profesi terselubung di bidang prostitusi online. Mulanya hanya rumor. Sampai satu hari Alya, siswi kelas sebelah, mencak-mencak di depan Renata di dalam kelas.

"Jauhi ayahku! Dasar Dongdot nggak tahu malu!" Segala sumpah serapah kemudian dilontarkan Alya.

Zia yang ikut mendengar kaget seperti penghuni kelas lainnya. Pihak sekolah kemudian memanggil Renata dan Alya.

Dua hari kemudian Alya pindah sekolah. Renata tetap duduk di sebelah Zia. Kendati tak terbukti Zia melakukan prostitusi online, seisi sekolah tetap memberinya label bukan cewek baik-baik. Ditambah mobil yang mengantar jemput Renata selalu gonta-ganti.

Seiring waktu berlalu, para cowok tak terpengaruh lagi dengan kejadian itu. Mereka tak peduli dengan apa yang dilakukan Renata, apalagi dia sering nraktir di kantin.

"Lagian udah biasa cewek mah suka sirik dengan cewek lain yang lebih cantik. Jadi bersyukurlah kamu nggak cantik-cantik amat," seloroh Ryad di awal-awal masuk kelas saat ngobrol dengan Renata, dan Zia di sisinya.

"Kata siapa Zia nggak cantik? Coba dia lepas sweaternya, pasti antre yang mau ngapelin," timpal Zia.

"Aku nggak bilang Zia nggak cantik kok."

"Zia ..."

Zia menoleh karena tanpa disadarinya Mami masuk ke kamar.

"Tadi dari sekolah ada yang telepon ke Mami. Besok pagi Zia diminta ke kantor polisi untuk beberapa pertanyaan penyelidikan seputar Renata. Mami akan temani Zia besok."

"Mami nggak akan ke toko besok?"

"Sudah bilang sama om kamu. Biar gantiin Mami dulu sebentar." Om yang dimaksud Mami adalah Om Danu, adik Ayah yang tinggal sekitar tiga kilometer dari rumah Mami.

"Mudah-mudahan nggak lama-lama di sana."

"Selamat malam, Zia. Jangan tidur terlalu larut." Mami berpesan sebelum menghilang di balik pintu kamar.

Zia tak bisa berjanji segera tidur. Sunyi adalah teman terbaikku. Karena kadang otakku bisa berpikir jauh lebih jernih, pikirnya.

Aroma bunga sedap malam yang bermekaran menyelinap lewat kaca nako yang terbuka. Mami memang penggemar segala hal beraroma. Semua halaman rumah ditanami aneka bunga harum. Ada sisi yang menebarkan aroma pagi hari, siang hari, dan malam hari. Khusus malam hari letaknya tak jauh dari kamar Zia. Di sana berjajar sedap malam, wijaya Kusuma, hingga arumdalu.

Kata Mami, bunga-bunga itu sengaja ditanam dekat kamar Zia untuk membantu mengurangi stres menjelang tidur.

Zia percaya saja karena Mami memiliki toko bunga dan paham betul tentang wewangian, terutama wangi bunga. Dan kenyataan pula, Zia tak pernah merasa stres berat dengan situasi yang dihadapi.

Hanya kali ini --kematian Renata-- sedikit berbeda. Zia tak bisa berhenti berpikir.

🌱

Sesuai jadwal, Zia dan Mami tiba kantor Polresta Bandung menjelang pukul sembilan pagi. Semula Zia berpikir harus ke kantor polsek tak jauh dari komplek. Ternyata untuk penyelidikan kasus kematian diurus di tingkat polres. Jarak ke Polresta dari rumah harus ditempuh satu jam dengan mobil yang dikendarai Mami.

Melihat bangunan yang didominasi warna cokelat Zia sedikit terbawa perasaan. Ingat saat kecilnya dulu, beberapa kali dibawa Bunda ke kantornya. Bukan di Bandung, tapi di Jakarta.

Seorang polwan membantu Mami dan Zia menuju ke ruang pemeriksaan unit Reskrim. Ternyata di ruang tunggunya, Zia melihat beberapa guru dan teman sekolahnya. Termasuk Ryad.

Sementara Zia tak menyapa seorang pun, Mami malah menyalami tiga guru yang hadir. Karuan lima siswa lainnya ikut mengalami Mami.

"Saya Ryad," hanya cowok satu ini yang menyebutkan nama saat menyalami Mami.

"Saya neneknya Zia. Panggil saja Mami. Ryad, ya? Sepertinya Zia pernah cerita."

"Serius?"

"Katanya kamu sering ngusilin teman-teman di kelas ...."

"Uhuk!" Zia memotong kalimat Mami dengan batuk bohongnya. Salah satu sifat yang bertolak belakang antara Zia dan Mami adalah Zia tak suka berbasa-basi, sedangkan Mami seperti halnya orang berjiwa dagang, sangat suka ngobrol.

Sebelum Mami melanjutkan ucapannya, seorang petugas penyidik keluar dari ruang pemeriksaan dan mulai memanggil guru dan siswa satu per satu.

Ryad mendekati Zia saat menunggu giliran. "Oh iya, aku minta maaf kemarin. Kami sekelas ngerjain kamu soal Renata nggak masuk. Dia bilangnya mau izin pulang karena sakit ke guru piket selesai bayarin kami di kantin," ucap Ryad.

Zia mendelik sebentar. Dia sudah menduga kemarin tapi entah mengapa pikirannya rada kalut. Noda sweater itu juga kan mestinya tidak jadi masalah. Saat membersihkan kotoran kue, Renata memakai tissue basah, jelas masih ada noda sesaat tampak karena basah. Namun setelah alkoholnya menguap sweaternya jadi bersih.

Lihat selengkapnya