Enigmatic Soul

Nanas-imnida
Chapter #2

Bagian 1 : Pemuda Indigo dan Permintaan

꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷

Di tempat kamu bisa bernapas, di manakah itu?

Sebuah tempat tanpa air mata yang menyakitkan.

Nggak ada yang tahu.

꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷

.

.

.


.

.

⋆。゚☁︎。⋆。 ゚☾ ゚。⋆

Muhammad Asep Rizki sedang dalam perjalanan menuju sebuah jembatan penyeberangan terdekat dari sekolahnya. Ia memiliki janji dengan dua teman sekelasnya di jembatan ini, rencananya mereka akan pergi ke sebuah kafe di Kota untuk membahas suatu hal. Katanya, ini berhubungan dengan kasus yang menggemparkan satu sekolah tahun lalu. Sebelum pergi bersama temannya, Kiki menantikan kedatangan temannya bernama Niki di jembatan ini. Kata Niki: ia akan segera tiba di halte bus dalam lima menit lagi, dan ia ingin Kiki menyambutnya.

Kiki, begitulah ia memperkenalkan diri kepada siapa pun. Pemuda dengan keistimewaan yang Tuhan berikan saat usia enam tahun. Menjadi anak laki-laki yang bisa melihat sisi lain dari dunia, membaca pikiran, berkomunikasi dengan yang tak kasat mata, kemampuan spiritual yang tinggi, melakukan telepati, dan kemampuan medium. Sekilas semua keistimewaan itu tampak mengesankan. Akan tetapi, semua keistimewaan yang disebutan barusan tidak juga membuatnya berbangga diri, Kiki malah menjadi rapuh dan diselimuti ketakutan alam bawah sadar yang dibawa ke kenyataan. Seperti: "Bagaimana kalau saya tidak dapat menahan diri dan berakhir seperti mereka?" Lalu, berakhir menyakiti dirinya sendiri sebagaimana 'mereka' pernah menyakiti diri mereka sendiri.

Di tengah jembatan penyeberangan itu, Kiki sengaja menunggu kedatangan Niki di jembatan dekat halte karena seseorang yang lain, gadis itu ada di sana. Berdiri di tengah-tengah jembatan bak berdiri di tengah jalan raya yang luas dan ramai itu. Kiki berjalan mendekati keberadaan gadis itu sambil memikirkan rasa takutnya yang terasa bertambah seiring jarak yang ia kikis ke arah gadis itu. Antara ingin menghampiri, tetapi jujur saja Kiki takut, atau tidak menghampirinya sama sekali, dan menerima diri untuk diganggu sosok lain penunggu halte bus.

Ketakutan alam pikirannya itulah yang selalu membuatnya harus membatasi diri dengan semua keistimewaan itu.

Lihat selengkapnya