Enigmatic Soul

Nanas-imnida
Chapter #10

Bagian 2: Odd Spirit

☁✎✉

Laki-laki yang memiliki tinggi badan 173 cm itu melangkah dengan kepala menunduk dan memakai topi hitam. Sambil memasang earphone di telinganya untuk mendengarkan siaran radio, ia melangkah dengan hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya. Di jembatan penyeberangan, Kiki memberanikan diri untuk melewati keberadaan energi asing yang kuat-sepengetahuan Kiki, makhluk atau sosok seperti ini dinamakan entitas karena wujudnya tidak berbentuk, dan terdiri dari energi yang ia rasa kuat-namun tidak membahayakan.

Kiki melewatinya dengan tanpa gelisah, karena kini ia tidak mudah didekati lagi oleh makhluk-makhluk seperti saat pertama kali ia datang ke Bandung. Entah karena hal apa, Kiki tidak mau tahu.

Kiki hendak menyeberangi jalanan agar sampai di seberang jalan menuju area sekolah. Jalanannya berbeda, menyeberangi dan kemudian masuk ke sebuah jalanan dua jalur saja. Sementara jalanan yang sedang disebranginya-di bawah jembatan ini adalah jalanan empat jalur dengan dua arah berbeda-ada sebuah jalan raya utama.

"Punten." Kiki melewatinya penuh hormat.

Di lantai dasar gedung kelasnya, Kiki berhenti di depan loker. Hendak mengambil sebuah buku dan mengambil sebuah barang dari dalam sana. Namun, ada sebuah kertas jatuh entah dari mana, dapat dipastikan jika kertas itu terselip di pintu loker miliknya. Mungkin seperti itu, pikirnya. Kiki menatapnya dengan tanpa minat. Sebuah amplop yang sama dengan yang kapan hari ia temui saat di kelas. Di sana tertulis: Untuk Kiki.

Kiki memasukannya ke dalam saku jas almamaternya. Lalu, segera mengambil barang yang dimaksudkan dan memasukannya ke dalam tas. Ia segera pergi dari loker, dan menaiki tangga, satu-satunya akses menuju kelasnya. Kelas 11 Otomotif 3. Ah, ya ... Kiki sudah naik kelas, pada Juni lalu.

Sejak malam festival sekolah hingga saat ini, sudah berlalu sebulan. Sejak saat itu, Kiki merasa semuanya baik-baik saja. Tidak ada makhluk mengikutinya, mendekatinya, dan bahkan seakan enggan berada dekat dengannya. Kiki menganggap festival sekolah adalah hadiah sambutan terbaik saat ia tiba dan menetap sementara di Bandung untuk pendidikannya. Dan, yang paling membuat Kiki lega adalah mimpi aneh itu, kini ia tidak lagi mendapatkan mimpi aneh itu. Kiki bersyukur akan hal itu.

Melewati sebuah tong sampah di lantai kelas lamanya, kelas sepuluh, Kiki merogoh saku almetnya dan membuang kertas amplop yang belum sempat ia baca isinya. Kiki menganggap bahwa berurusan dengan hal-hal seperti itu akan mendatangkan kejadian tidak baik, lagi. Kiki bisa merasakan firasat kurang baik akan hal itu. Maka dari itu, ia memilih untuk membuangnya.

"Eyow, Asep!"

Pemuda yang memanggil dirinya sendiri dengan 'saya' itu menghentikan langkahnya di lorong kelas 11 Otomotif ini. Mata khasnya dengan lipatan ganda itu membelalak saat objek yang memanggilnya barusan telah sepenuhnya dikuasai keceriaan di dalam tameng aura hitam.

Kiki mendapati Doni tengah berjalan ke arahnya bersama sosok tinggi besar yang bergerak tanpa menyentuh tanah. Sosoknya persis seperti terakhir kali Kiki lihat saat di asrama beberapa bulan yang lalu. Entah apa yang sudah Doni lakukan, dan pergi ke mana pemuda yang memiliki tabiat julid terhadap seseorang yang tidak menyenangkan hati dan egonya. Akan tetapi, satu hal yang cukup Kiki ketahui: Doni tinggal bersama dua jenis Mang Po di kamarnya, dan yang satu ini lebih besar dari sebelumnya. Kiki jadi gentar, tetapi sahutan itu berhasil membuatnya tenang.

*Kawula nu ngajagaan wilayah ieu, Ujang kasep. Si Ujang ieu borangan, matakan kawula tuturkeun. Keun wae.

"Eh, i-iya, Doni. Ada apa, ya?"

"Elah! Lo masih parno gegara waktu itu di asrama? Maaf elah, gua nggak tau kalo lo ada sesuatunya." Doni memasang raut murung. "Ayo, ke kelas. Gua sendirian, tiba-tiba ngerasa nggak nyaman di kelas sendiri. Katanya, sih, kelas baru kita itu ada sesuatu, bener nggak, sih?"

Iya, ada. Itu dari kamu sendiri. "Saya nggak tau atuh!" Laki-laki si paling 'saya' ini hanya tersenyum singkat setelah menjawab kalimat Doni.

Doni tersenyum lebar setelah mengetahui jawabannya. "Lo mau ikut festival nggak?"

"Festival apa?"

"Mau apa nggak? Nanti tanggal 31 Oktober kita pergi ke sana. Mau nggak?"

Lihat selengkapnya