Enigmatic Soul

Nanas-imnida
Chapter #12

Bagian 3: Semester Empat Akhir: The New Begin

Bukalah matamu yang tertutup itu.

Kamu nggak sendirian lagi sekarang.

Kamu nggak perlu bersedih lagi.

You're always in my heart.

☁✎✉

Sebuah bangunan berbentuk lorong yang kelihatan panjang itu berdiri tegak di hadapannya saat ini. Sebuah lorong yang cukup gelap dan kelihatan panjang atau lebih tepatnya adalah sebuah terowongan.

"Pergilah!" Wanita berparas cantik ini mendesak seorang gadis muda berseragam aneh itu untuk segera berjalan pergi.

Gadis dengan rambut pendek sebahu itu melangkah, tetapi ia berbalik kembali untuk satu hal. "Boleh aku tau kakak siapa? Kenapa nggak ikut aku jalan ke sana juga?"

"Tidak!"

Gadis rambut sebahu cemberut, tetapi merasa canggung juga, sih. "Makasih, Kak. Makasih udah tuntun aku untuk keluar dari mimpi buruk ini."

Wanita itu menghela napas dengan malasnya. "Bukan mimpi buruk, dimensi fiktif. Pergilah! Aku juga harus kembali." Kalimat ini sangat sopan untuk mengusir. Entah karena wanita ini memang tipikal yang jutek, atau mungkin kejam.

Gadis muda itu tersenyum dengan getir. Kembali melangkah maju menyusuri terowongan yang singkat, seingatnya begitu. Akan tetapi, entah mengapa terowongan ini memiliki aura berbeda. Manalagi di ujung sana ada cahaya yang terang sekali. Meski begitu, ia tak ragu melangkah dan terus melangkah sampai akhirnya berada di ujung lorong. Cahaya terang itu benar-benar menyilaukan mata dan menutup pemandangan yang ada di luar terowongan ini.

Ia terpaksa memejamkan matanya karena cahaya terang itu seakan bersinar tepat di depan matanya, menyorot dengan sengaja ke arahnya. Apa itu?

Suara kehidupan di kota yang penuh itu begitu memekakkan telinga. Setelah terjebak di dunia sunyi yang katanya fiktif itu, ia akhirnya merasakan kehidupan sesungguhnya. Perlahan matanya terbuka. Ternyata ia berada di ketinggian. Meski ia berada di ketinggian saat ini, suara bising dari kehidupan memenuhi telinganya. Entahlah, kenapa bisa ada di ketinggian?

Sebuah bubungan atap gedung yang luas, tetapi juga penuh dengan beberapa barang bekas pakai. Gadis muda ini ada di bubungan atap gedung yang menampakkan pemandangan jalanan kota, dan kicauan burung di pepohonan itu. Angin berembus, meski ia tak bisa merasakannya.

"Neng Aya?" Seseorang datang dan bersuara.

Gadis muda itu tak langsung berbalik karena terpaku dengan suasana kehidupan yang bukan lagi sebuah ilusi, ia terpaku dengan kehidupan yang membuatnya terkagum-kagum saat ini. Apakah pada akhirnya bisa kembali ke dunia nyata? Namun, rasa senangnya tak berlangsung lama. Sebuah tepukan pada bahu kanannya membuatnya terperanjat kaget.

Dengan cekatan, gadis ini menepis tangan di bahunya. "Siapa?"

"Eh, bukan Neng Aya ternyata." Seorang pemuda dengan wajah tampan, tersenyum canggung. "Maaf, saya cariin teman di sini. Saya pikir kamu teman saya," katanya. Sorot matanya menatap ke sembarang arah dengan jemari tangan yang bergerak gelisah.

"Iya, gapapa." Gadis ini tersenyum simpul, memakluminya.

Pemuda ini menampilkan cengirannya, meski ia tersenyum seperti itu, sorot matanya jelas menunjukkan hal yang berbeda, ia seperti ketakutan. "Sekali lagi maaf, ya. Kalo gitu, harusnya saya pergi aja, deh." Pemuda ini berbalik dan bernapas dengan lega. Berjalan dengan langkah terburu-buru meninggalkan tempat itu. Saya pikir kemarin aman-aman aja, kenapa tiba-tiba harus muncul sosok lagi?

Meninggalkan gadis yang mengenakan sergam sekolah, dan seragam khusus jurusan itu dengan seluruh keterkejutannya. Saat melihat sorot mata gadis itu, dan tak sengaja menyentuh bahu dingin itu. Laki-laki indigo ini bergidik sambil melangkah pergi. Diakah si Eneng rambut sapundak?

Gadis ini menatap kepergian laki-laki itu dengan tatapan heran. "Dia kenapa?"

Sang surya perlahan turun, dan gadis itu pun turun dari lantai tertinggi. Setelah puas dengan hanya memandangi hiruk pikuk jalanan, tanpa sadar dirinya menghabiskan banyak waktu dengan berdiam diri di sana. Gadis rambut sepundak ini harus turun dan menemui hal lainnya, bukan?

Meski awalnya ia tak tahu berada di manakah dirinya saat ini, tetapi begitu turun ia mendapati sebuah lorong, dan lapangan cukup luas menyambutnya. Tak banyak orang-orang berseliweran, toh, sekarang memang jam masuk kelas. Bisa diketahui ketika suara bel memekakkan seluruh penjuru. Saat ini dirinya berada di sekolah.

Tersenyum dengan senang begitu menyadari jika saat ini berada di sekolah, dahulu ia sangat suka berada di sekolah karena seseorang. Akan tetapi, senyumannya pudar juga. "Aku suka berada di sekolah?"

Aneh.

Berjalan di lorong sambil menatap kaca jendela tiap kelas yang ia lewati. Kelasnya ada yang diisi dan kosong. Kelas yang isi tengah tertib memperhatikan guru di depan kelas. Gadis itu tersenyum senang karena asyik memperhatikan setiap kelas dengan dekorasi beragam, ia tidak memperhatikan langkahnya. Di depan sana adalah titik akhir dari lorong ini, kemudian berlanjut dengan lorong kelas lainnya. Akan tetapi, ia tak memperhatikannya dengan baik, sehingga ketika ada seseorang yang tengah berjalan melewati lorong, dirinya tak menyadari dan terlambat untuk menghindar.

Mereka saling bertubrukkan.

Dirinya terkejut bukan main. Tubuhnya bergeming dengan tatapan mata melebar. Barusan itu ia menembus orang yang baru saja berbelok ke lorong ini, melewati dirinya dengan tanpa orang itu sadari. Bukan main. Ia sangat terkejut.

Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dan membuat tubuhnya begitu asing. Bukankah itu aneh?

"Yang bener aja!" gerutunya. "Ini nggak ada yang sadar aku udah berdiri lambai tangan di sini? Dari motor yang berjajar puluhan, sekarang sisa dua, dan nggak ada satu pun yang sadar kehadiran aku berdiri di sini?"

Ia berdiri di pembatas jalan dengan area parkiran. Bukan hanya orang-orang dengan motor mereka yang tidak menyadari keberadaannya, tetapi yang lainnya pun sama, tak ada yang menyadari keberadaannya. Apakah ia sedang di-prank?

Pelajar lainnya saling tertawa dengan cara mereka sembari berjalan meninggalkan gedung sekolah. Hanya gadis ini dengan rasa bingung dan sedihnya.

Lihat selengkapnya